REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kuat Sukardiyono
Dalam bahasa Arab kata i'jaab mengandung beberapa arti, seperti rasa senang, tertarik, atau kagum. Juga dalam makna yang lain adalah kemegahan, kemuliaan, dan kebesaran. Menurut istilah, i'jaab bi an-nafsi yaitu 'rasa senang dan bahagia baik pada diri pribadi, kata-kata, atau perbuatan yang dilakukannya, tanpa memperhitungkan orang lain'.
I'jaab bi an-nafsi itu bisa saja berupa kesenangan karena suatu kebaikan atau keburukan, yang terpuji atau tercela. Jika rasa senangnya itu disertai sikap mengejek atau merendahkan perbuatan orang lain, maka hal itu disebut ghuruur. Sedangkan bila rasa senangnya disertai dengan merendahkan pribadi orang lain, maka hal itu dinamakan takabbur (Mukhtashar Minhaaj Al Qashidiin, Hlm 247-248).
Sebagai sebuah penyakit rohani i'jaab bi an-nafsi sebaiknya sedini mungkin didiagnosis dan diterapi. Pada tataran tingkah laku biasanya dapat ditengarai dengan sikap menganggap diri suci atau merasa memiliki harkat dan kedudukan yang tinggi. Tanda-tanda lain darinya adalah sulit menerima nasihat orang lain atau senantiasa menghindarkan diri dari nasihat.
Padahal, Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwasanya "tidak ada kebaikan sedikit pun pada suatu kaum jika mereka tidak saling menasihati dan enggan menerima nasihat". Selain itu, i'jaab bi an-nafsi dapat dideteksi apabila seorang senantiasa senang mendengarkan aib (kesalahan) orang lain. Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah pernah berkata, "Sesungguhnya di antara ciri-ciri orang munafik ialah mereka yang senang mendengarkan aib salah seorang temannya." (Kitab Al-'Awaa-iq, Muhammad Ahmad Rasyid, Hlm 53).
Orang yang mengidap penyakit i'jab bi an-nafsi ini biasanya akan dijauhi atau dibenci oleh orang-orang di sekelilingnya. Karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan, "Sesungguhnya Allah SWT jika mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berkata, 'Sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah dia'. Maka Jibril pun mencintainya.
Kemudian Jibril akan berseru di langit, 'Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia'. Maka, penghuni langit pun akan mencintainya. Kemudian, dijadikanlah fulan diterima oleh penduduk bumi. Sebaliknya, jika Allah murka terhadap seorang hamba, maka Ia memanggil Jibril, dan berkata, 'Sesungguhnya Allah murka terhadap fulan, maka murkailah dia'. Kemudian para malaikat pun akan memurkainya, dan dijadikan pula penduduk bumi murka kepadanya." (HR Bukhari-Muslim).
Dampak lain yang patut kita waspadai dari sikap i'jaab bi an-nafsi itu adalah ditimpakannya azab dan siksa dari Allah SWT di dunia maupun di akhirat. Di dunia, ia akan dirundung kegelisahan.
Dan, jika masyarakat yang terjangkiti penyakit rohani ini, maka masyarakat itu tinggal menunggu saatnya perpecahan di antara anggota mereka. Rasulullah SAW bersabda, "Ketika seorang berjalan dengan pongah dan bangga terhadap dirinya, ia akan tenggelam dan terbenam di dalam bumi, karena Allah akan membenamkannya. Maka, ia akan meronta-ronta dan berteriak sampai datangnya hari kiamat." (HR Bukhari-Muslim). Wallahu a'lam bis shawab.