Rabu 21 Oct 2020 05:45 WIB

Berapa Batas Waktu Nifas Hamil? Ini Penjelasan Ulama Mazhab

Para ulama berbeda pendapat soal batasan nifas ibu hamil.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Para ulama berbeda pendapat soal batasan nifas ibu hamil. Ilustrasi nifas
Foto: Pixabay
Para ulama berbeda pendapat soal batasan nifas ibu hamil. Ilustrasi nifas

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Nifas atau darah yang keluar dari kemaluan perempuan setelah melahirkan bayi memiliki batas waktu maksimal dan juga minimalnya.

Adapun darah yang keluar sebelum bayi lahir, maka dihukumi sebagai darah haid. Lantas berapa lama batas waktu nifas dalam kajian fikih?

Dalam buku Apakah Darah Keguguran Termasuk Nifas? Karya Ahmad Hilmi dijelaskan, berdasarkan mayoritas (jumhur) ulama, tidak ada batas minimal berlangsungnya masa nifas. Kapan saja sudah terlihat tanda suci (berhenti darah), maka perempuan yang bersangkutan diwajibkan mandi (bersuci) dan melaksanakan sholat.

Adapun menurut kalangan Hanafiyah, ada beberapa pendapat mengenai batas minimal nifas ini. Imam Abu Hanifah yang merupakan ulama dari kalangan Mazhab ini menjabarkan, waktu nifas sendiri minimal berlaku hingga 25 hari setelah melahirkan. Sedangkan Abu Yusuf berpendapat minimal 11 hari, dan menurut Muhammad As-Syaibani bahkan minimal hanya satu jam saja.

Sedangkan menurut ulama-ulama dari Mazhab Syafii, batas minimal nifas yaitu selama 40 hari. Jumlah itu dihitung sejak bayi lahir. Sedangkan di Mazhab Hanbali, ulama dari kalangan ini berpendapat bahwa batas minimum nifas adalah satu haru.

Di sisi lain, ulama juga menetapkan batas waktu maksimal nifas bagi ibu yang melahirkan anaknya. Berdasarkan pandangan mayoritas ulama dari Mazhab Hanafi, Hanabilah, dan juga sebagian kecil dari kalangan Maliki mengatakan bahwa batas maksimal nifas adalah 40 hari.

Adapun dari kalangan Syafii, waktu 40 hari itu dianggap sebagai masa yang umum atau bukanlah batas maksimum nifas. Pendapat tentang lama 40 hari ini didasari leh hadis dari Ummu Salamah.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعلى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا سَأَلَتْهُ كَمْ تَجْلِسُ الْـمَرْأَةُ إِذَا وَلَدَتْ؟ قَالَ: تَجْلِسُ أَرْبَعِينَ يَوْمَاً إِلَّا أَنْ تَرَى الطُّهْرَ قَبْلَ ذَلِكَ

Hadisnya berbunyi: “'An Ummi Salamata  RA annaha sa-alati an-Nabiyya SAW: kam tajlisu al-mar’atu idza waladat? Qala: tajlisu arba’ina yauman illa an taraa at-tuhra qabla dzalika.” 

Yang artinya: “Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, beliau bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: berapa lama wanita menunggu ketika ia melahirkan? Nabi menjawab: wanita menunggu selama 40 hari kecuali ia menemukan dirinya sudah suci sebelum itu.” Hadis ini diriwayatkan Imam Abu Dawud.

Adapun pendapat yang masyhur dari kalangan Mazhab Syafii dan Maliki adalah 60 hari untuk batas maksimal nifas. Hal ini senada dengan pendapat yang diriwayatkan Imam Al-Auza’i: 

 روي عن الأوزاعي أنه قال : عندنا امرأه ترى النفاس شهرين وروي مثل ذلك عن عطاء أنه وجده

“Ruwiya anil-awzaa-iy annahu qala: indana im’raatun tara an-nifasa syahraini, wa ruwiya mitsla dzalika an athaain annahu wajadahu.” 

Yang artinya: “Mereka berargumen dengan riwayat dari Al-Auza’i. Dia berkata: di antara kami ada wanita yang mengalami nifas selama dua bulan Dan ada riwayat seperti itu pula dari Ato, sesungguhnya ia mendapatkan (kasus seperti ini).” .

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement