Rabu 21 Oct 2020 12:22 WIB

Pembunuhan Guru Prancis Diminta tak Dikaitkan dengan Islam

Muslim Prancis minta pembunuhan guru tak dikaitkan dengan Islam

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
 Orang-orang berkumpul untuk pawai berjaga, dijuluki
Foto: EPA-EFE/JULIEN DE ROSA
Orang-orang berkumpul untuk pawai berjaga, dijuluki

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Muslim dan pemimpin komunitas di Prancis mengutuk pembunuhan seorang guru di Paris. Mereka juga menyerukan agar peristiwa tersebut tidak mengaitkan Islam dengan tindakan keji pembunuhan itu.

Aksi pembunuhan dilakukan pelaku terhadap guru sekolah menengah di pinggiran kota Paris pada Jumat (16/10) sore. Guru tersebut diketahui telah menunjukkan kepada murid-muridnya tentang kartun Nabi Muhammad sebagai materi kebebasan berekspresi di kelasnya.

"Tidak ada yang membenarkan membunuh orang yang tidak bersalah atas keyakinannya. Islam menyerukan toleransi dan menerima orang lain apa adanya," kata seorang pekerja di sebuah perusahaan farmasi, Ibrahim dilansir dari National Herald India, Rabu (21/10).

Ia juga menekankan bahwa muslim sejati bukanlah ekstremis. Umat muslim yang mengenakan baju panjang atau kerudung, berjanggut bukan berarti seorang teroris.

"Teroris bertindak untuk hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan Islam," katanya.

Praktisi Muslim berusia 51 tahun itu menambahkan, dia berencana bergabung dalam pertemuan untuk memberikan penghormatan kepada guru tersebut. Kedatangannya juga sebagai ungkapan bahwa ia mengecam terorisme dan mengirim pesan perdamaian.

Hafiz Chems-eddine, Rektor Masjid Agung Paris, mengatakan pembunuhan dengan memenggal kepala guru sebagai sebuah kejahatan yang keji dan mengerikan.

"Semakin ngeri karena serangan ini dilakukan atas nama agama saya, Islam. Itu sudah cukup," tulisnya di akun twitter.

Hal senada juga diungkapkan imam masjid Bordeaux, Tareq Oubrou,  yang mengaku sedih bahwa kejahatan pelaku dikaitkan dengan Islam. "Sedih karena itu adalah tindakan yang tak terkatakan yang dilakukan atas nama agama yang tidak ada hubungannya dengan tindakan tercela," kata Oubrou.

Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Jumat malam mengutuk pembunuhan tersebut. Ia bahkan menyerukan kepada Prancis untuk berdiri bersama dan berjanji akan menindak cepat dan tegas untuk memerangi terorisme.

Bulan sebelumnya, seorang pria menikam dua orang di luar bekas kantor majalah satir Charlie Hebdo di Paris. Penikaman dilakukan setelah menerbitkan ulang karikatur kontroversial yang mengejek Nabi Muhammad untuk menekankan hak atas kebebasan berbicara. Majalah itu menjadi sasaran penembakan massal pada 2015 yang menewaskan 11 orang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement