Kamis 22 Oct 2020 12:16 WIB

Desa Devisa Bali Ekspor 12 Ton Biji Kakao ke Belanda

Ekspor biji kakao ini dilakukan secara mandiri atau tanpa melalui pihak ketiga.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Warga menunjukkan biji kakao saat penjemuran. ilustrasi
Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA
Warga menunjukkan biji kakao saat penjemuran. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desa Devisa Kakao binaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Desa Nusasari, Jembrana, Bali kembali mengekspor produknya beberapa waktu lalu. Para petani kakao yang tergabung dalam Koperasi Kerta Semaya Samaniya (KSS) mengekspor 12 ton biji kakao fermentasi organik ke Den Haag, Belanda senilai Rp 600 juta.

Corporate Secretary LPEI Agus Windiarto menjelaskan, ekspor tersebut dilakukan secara mandiri atau tanpa melalui pihak ketiga atas dukungan LPEI yang bekerja sama dengan Bea Cukai Denpasar.

Baca Juga

"Dalam hal ini, LPEI memahami kesulitan KSS dalam menjalankan ekspor saat pandemi ini. Setelah berkoordinasi dengan Bea Cukai Denpasar, akhirnya masalah itu dapat diatasi, bahkan akhirnya dapat melakukan ekspor secara mandiri," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis (22/10).

Dalam kondisi pandemi Covid-19, Koperasi KSS mengalami kesulitan untuk mengirim sampel produk kakao ke negara tujuan. Di antaranya karena bisnis buyer yang terhenti di Eropa hingga kesulitan memenuhi proses administrasi dan pemeriksaan produk dan dokumen.

Agus menjelaskan, selama pandemi, banyak pesanan ekspor Desa Devisa di Bali maupun Yogyakarta terpaksa ditunda. Hal itu dikarenakan pesanan yang menurun, adanya kendala administrasi dan pemeriksaan yang lebih ketat di negara tujuan mengingat sejumlah negara menerapkan kebijakan lockdown.

Ketua Koperasi KSS I Ketut Wiadnyana mengungkapkan, pada tahun lalu, Koperasi KSS hanya memiliki satu buyer luar negeri dengan jumlah pengiriman produk biji kakao tidak mencapai delapan ton.

Saat bersamaan, Koperasi KKS juga telah memiliki 22 list buyer lokal sebanyak 40 persen dan global 60 persen. Jumlah produksi per tahun khusus untuk biji kakao organik mencapai 60 ton.

Pada awal pandemi Covid-19, Koperasi KSS kehilangan tiga Purchase Order (PO) sebesar 19 ton dari buyer potensial di luar negeri karena berhentinya proses bisnis para buyer.

"Namun dengan kerja keras dan harapan yang tinggi, para petani kakao dan Koperasi KSS selama masa pandemi mampu mendapatkan kembali Purchase Order dari para buyer potensial dan penambahan buyer di Belanda (Biji Kakao Trading LTD)," ucap Ketut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement