Sabtu 24 Oct 2020 06:19 WIB

Profil P-8 Poseidon yang Ingin Ditempatkan AS di Wilayah RI

Permohonan AS untuk mendaratkan P-8 di wilayah RI dilaporkan ditolak oleh Presiden.

Amerika Serikat berencana menempatkan pesawat mata-mata Poseidon US P-8 di Singapura untuk kali pertama.
Foto: boeing/bbc
Amerika Serikat berencana menempatkan pesawat mata-mata Poseidon US P-8 di Singapura untuk kali pertama.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho

Pemerintah Republik Indonesia (RI) dilaporkan oleh Reuters, telah menolak permintaan Amerika Serikat (AS) untuk menempatkan pesawatnya, P-8 Poseidon di wilayah Indonesia. Permintaan AS tersebut diduga berkaitan dengan ekskalasi konflik yang terjadi di Perairan China Selatan antara AS dan China.

P-8 Poseidon sendiri dalam operasinya sudah banyak berjasa untuk AS di Laut China Selatan. Kemampuan radar terbarukan yang dimiliki Poseidon telah digunakan untuk memetakan pulau-pulau, daratan, bahkan bawah laut di kawasan tersebut selama enam tahun.

Pesawat buatan Boeing Defense, Space ad Security ini dulunya dinamai Multimission Maritime Aircraft. Pesawat ini merupakan modifikasi pesawat 737-700ERX yang kemudian dikembangkan oleh Angkatan Laut AS (US Navy).

P-8 beroperasi dalam fungsi anti kapal selam, anti senjata darat dan shipping interdiction alias pemotongan suplai perang. P-8 Poseidon juga dilengkapi torpedo, harun, berbagai persenjataan dan bisa menurunkan sonar pengintai (sonouboys). Dengan demikian, pesawat ini mampu mendeteksi kapal dan pesawat dari jarak jauh. Poseidon juga mempunyai sistem komunikasi canggih yang membuatnya mampu mengendalikan pesawat tanpa pilot.

Secara umum, P-8 muat ditumpangi dua awak untuk penerbangan. Pesawat ini panjangnya 39,47 meter dan lebar kedua sayapnya 37,64 meter. Tinggi pesawat ini 12,83 meter. Sedangkan bobot bersih pesawat ini 62,73 ton dengan bobot maksimal 85,82 ton. Pesawat ini disokong daya oleh dua buah CDM56-7B27A turbofan.

Dari segi kecepatan, pesawat ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 907 kilometer per jam 490 knot, dengan kecepatan jelajah mencapai 815 kilometer perjam, 440 knot. Dalam urusan pertempuran, P-8 mampu menjangkau jarak 2,222 kilometer untuk kapal selam.

P-8 juga dibekali lima slot internal bays and enam slot eksternal yang bisa dipasang berbagai senjata di antaranya, AGM-84H/K SLAM-ER, AGM-84 Harpoon, Mark 54 Torpedo, ranjau, serta senjata anti kapal selam tingkat tinggi.

Untuk kelengkapan navigasi, P-8 dilengkapi oleh Radar pencarian dataran Raytheon APY-10, penndukung sensor elektronik, dan sensor canggih pendeteksi pesawat AN/ALQ-240 AN/APS-154.

photo
Pesawat pengintai P-8A Poseidon milik Angkatan Laut Amerika Serikat. (EPA/Eric A. Pastor) - ()

Masa pengabdian

Pengabdian Poseidon untuk AS bermula pada Juni 2004, saat Angkatan Laut AS menyepakati kontrak mengembangkan 108 pesawat untuk Angkatan Laut (NAVY). Keberadaan P-8 adalah untuk menggantikan pesawat model sebelumnya, yakni P-3.

Awalnya, sistem operasi P-8 akan menggunakan sistem pendahulunya, namun kemudian dikembangkan dengan teknologi yang lebih baru. Deteksi anomali magnetik di pesawat ini dihilangkan sehingga lebih ringan. Sementara pesawat ini dilengkapi sensor hidrokarbon yang mampu mendeteksi emisi bahan bakar kapal dan kapal selam.

P-8 pertama kali diuji coba pada 25 Aprill 2009. Setelah diuji coba lagi pada Agustus tahun berikutnya, akhirnya pesawat ini diproduksi secara terbatas. Lalu pada 4 Maret 20112, produksi pesawat pertama P-8A dikirim ke Angkatan Laut AS. Lalu 24 September 2012, Angkatan Laut AS sepakat untuk memesan pesawat tersebut.

Pada bulan Februari 2012, P-8 melakukan debut misinya selama "Bold Alligator" 2012, sebuah latihan perang pesisir tahunan. Di tahun yang sama, Poseidon juga melaksanakan serangkaian misi latihan.

Pada 29 November 2013, penggunaan Poseidon secara besar dimulai ketika enam pesawat dan 12 awak udara dari skuadron VP-16 meninggalkan stasiun induknya di NAS Jacksonville, Florida, menuju Pangkalan Udara Kadena di Okinawa, Jepang. Setelah itu, P-8 rutin digunakan AS untuk berbagai misi.

photo
Penerbang TNI AL bersama personel US Navy seusai meninjau pesawat patroli maritim (MPA) P-8 Poseidon milik Angkatan Laut Amerika Serikat di Base Ops TNI Puspenerbal Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (2/8/2019). - (Antara/Umarul Faruq)

Misi di LCS

Terkait konflik di Laut China Selatan, P-8 telah mengalami sejumlah kejadian menonjol.  Pada 19 Agustus 2014, sebuah pesawat tempur J-11 Shenyang China mendekat dalam jarak 30 kaki ke pesawat P-8A yang dikendalikan Pilot US Navy di 135 mil sebelah timur Pulau Hainan saat berpatroli di Laut China Selatan. J-11 terbang melewati hidung pesawat P-8 dan melakukan putaran laras dari jarak dekat.

Karena tidak terima, Pentagon mengatakan unit J-11 telah melakukan intersepsi jarak dekat. AS pun mengirim nota diplomatik ke China atas kejadian. China menyatakan bahwa klaim tersebut "Sama sekali tidak berdasar", dan akar penyebabnya adalah pengawasan AS terhadap China.

Pada September 2014, pemerintah Malaysia menawarkan penggunaan pangkalan di Malaysia Timur untuk P-8. Bukan hanya Malaysia, pada 7 Desember 2015, P-8 juga dikirim ke Singapura sebagai bagian dari Perjanjian Kerja Sama Pertahanan antara AS dan Singapura untuk memerangi terorisme dan pembajakan.

China mengkritik penempatan Singapura sebagai "Militerisasi regional oleh AS". Detasemen ketiga dari dua P-8 yang berbasis di Paya Lebar Air Base, Singapura, telah berpartisipasi dalam latihan militer angkatan laut dengan Singapore Armed Forces (SAF) pada pertengahan 2016.

Peran P-8 milik AS sendiri tentu tak terbatas di Laut China Selatan. AS terus beroperasi di wilayah udara dan perairan internasional dengan pesawat itu. Pada November 2016, sebuah pesawat tempur Su-30 Rusia mencegat P-8 yang beroperasi di atas Laut Hitam, datang dalam jarak 5 kaki darinya, memaksa P-8 mengalami turbulensi.

Selain untuk kepentingan pengintaian militer, P-8 juga dilibatkan dalam berbagai misi non-militer. Pada pertengahan 2014, sepasang P-8 dikirim ke Perth, Australia selama dua bulan untuk bergabung dalam misi pencarian atas Malaysia Airlines Flight 370 yang hilang.

Pada 2 Oktober 2015, P-8 ditempatkan di Naval Air Station Jacksonville, Florida, bersama US Coast Guard HC-144A Ocean Sentry, HC-130H dan pesawat Cadangan Angkatan Udara AS HC-130P Combat Shadow. Mereka menyisir Laut Karibia Timur untuk mencari kapal kargo SS El Faro hilang yang tenggelam pada tanggal 1 Oktober dalam Badai Kategori 3 Joaquin di Bahamas.

Pada 20 Februari 2018, P-8 dari "Fighting Tigers" of Patrol Squadron Eight (VP-8) menyelamatkan tiga nelayan yang kapalnya telah terapung di Samudra Pasifik Selatan selama delapan hari, mengerahkan peralatan pencarian dan penyelamatan (SAR).

Selain AS, P-8 juga digunakan sejumlah negara lain, di antaranya India, Korea Selatan, Australia, Inggris, Norwegia, Selandia Baru. Sejumlah negara juga disebut berencana menggunakan P-8 di antaranya Kanada, Italia, Malaysia, Arab Saudi, dan Turki.

photo
Pilot pesawat tempur P-8 Poseidon US Navy Letnan Andrew Kirchert (kanan) dan Letnan Ryan Olaughlin (kiri), menerbangkan pesawat P-8 Poseidon US Navy di atas Perairan Sumatra Barat, Selasa (12/4). - (Antara/Iggoy el Fitra)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement