Ahad 25 Oct 2020 21:19 WIB

Studi: Antibodi Covid-19 Bertahan Hingga 7 Bulan

90 persen subjek memiliki antibodi yang dapat dideteksi hingga tujuh bulan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Sebuah studi menemukan, antibodi virus corona baru mengikuti pola klasik dengan peningkatan cepat dalam tiga minggu pertama, setelah gejala. Studi yang melibatkan 300 pasien dan 198 relawan penyintas Covid-19 menemukan antibodi terdeteksi hingga tujuh bulan, setelah tertular penyakit.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam European Journal of Immunology, para peserta memiliki antibodi dengan aktivitas netralisasi yang dikonfirmasi hingga enam bulan, setelah terinfeksi virus SARS-CoV-2. Para ilmuwan yang dipimpin Marc Veldhoen dari Instituto de Medicina Molecular (IMM) di Portugal, memantau tingkat antibodi lebih dari 300 pasien rumah sakit dan petugas kesehatan Covid-19, 2.500 staf universitas, dan 198 penyintas Covid-19. Mereka menyiapkan tes serologi Covid-19 spesifik dan serbaguna yang sensitif di rumah.

Baca Juga

Melansir Times Now News pada Ahad (25/10), studi tersebut mengungkapkan bahwa 90 persen subjek memiliki antibodi yang dapat dideteksi hingga tujuh bulan, setelah tertular Covid-19. Penelitian itu juga menemukan bahwa usia bukan faktor perancu dalam produksi antibodi, tapi berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit.

"Sistem kekebalan kami mengenali virus SARS-CoV-2 sebagai berbahaya dan menghasilkan antibodi sebagai tanggapan terhadapnya, yang membantu melawan virus," kata Voldhoen.

Dia melanjutkan, hasil studi cross-sectional enam bulan itu menunjukkan pola klasik dengan peningkatan cepat kadar antibodi dalam tiga minggu pertama, setelah gejala Covid-19. Kemudian, penurunan ke tingkat menengah terjadi setelahnya.

Berdasarkan temuan tersebut, para ilmuwan mengatakan pria rata-rata menghasilkan lebih banyak antibodi daripada perempuan. Namun, tingkatannya seimbang selama fase resolusi dan serupa antara jenis kelamin pada bulan-bulan setelah infeksi SARS-CoV-2. Pada fase akut respons imun, para peneliti mengamati tingkat antibodi yang lebih tinggi pada subjek dengan penyakit yang lebih parah. Peneliti mengatakan usia bukanlah faktor perancu produksi antibodi, karena tidak ada perbedaan signifikan yang diamati antara kelompok usia.

Meskipun ada penurunan dalam tingkat antibodi dari waktu ke waktu, tim menemukan bahwa ada aktivitas netralisasi yang kuat hingga bulan ketujuh pascainfeksi pada sebagian besar subjek yang sebelumnya terinfeksi virus. "Pekerjaan kami memberikan informasi rinci untuk pengujian yang digunakan, memfasilitasi analisis lebih lanjut, dan longitudinal dari kekebalan pelindung terhadap SARS-CoV-2," ujar Veldhoen.

Hal yang terpenting menurut dia, penelitian itu menyoroti tingkat lanjutan dari sirkulasi antibodi penetral pada kebanyakan orang dengan SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi. Para peneliti percaya beberapa bulan mendatang akan sangat penting untuk mengevaluasi ketahanan tanggapan kekebalan terhadap infeksi SARS-CoV-2 dan menemukan petunjuk untuk pertanyaan seperti, durasi antibodi yang bersirkulasi dan dampak infeksi ulang. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement