Rabu 04 Nov 2020 11:31 WIB

Beberapa Ketegangan yang Mewarnai Pilpres AS

Sejumlah insiden atau sabotase terjadi menjelang dan saat hari pemungutan suara di AS

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Seorang petugas pemilu memeriksa tanda tangan pada surat suara yang masuk dan untuk ketidakberesan di pusat pemrosesan surat suara di Los Angeles County Registrar Recorders di Pomona Fairplex di Pomona, California, AS, 02 November 2020.
Foto: EPA-EFE/ETIENNE LAURENT
Seorang petugas pemilu memeriksa tanda tangan pada surat suara yang masuk dan untuk ketidakberesan di pusat pemrosesan surat suara di Los Angeles County Registrar Recorders di Pomona Fairplex di Pomona, California, AS, 02 November 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Divisi Hak Sipil Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mengatakan pihaknya mengerahkan personel ke 18 negara bagian untuk mengawasi intimidasi dan penindasan pemilih pada hari pemilihan, Selasa (3/11) waktu setempat. Hal ini dilakukan meski sebagian besar pemungutan suara di beberapa negara bagian berjalan lancar.

Staf di kelompok advokasi yang berbasis di Washington, Lawyers’ Committee for Civil Rights Under Law, mengatakan mereka prihatin tentang mesin pemungutan suara yang tidak berfungsi di kabupaten di Georgia. Kegagalan teknis itu memaksa pemilih untuk mengisi surat suara dan meningkatkan kekhawatiran kehabisan cadangan kertas.

Baca Juga

Dilansir laman Guardian, ada juga laporan informasi yang salah. Para pemilih di Flint, Michigan menerima panggilan anonim yang meminta mereka untuk memberikan suara pada Rabu saja karena antrean yang panjang. Jaksa Agung New York juga mengatakan dia sedang menyelidiki laporan bahwa 10 juta orang menerima panggilan anonim yang menyuruh mereka untuk "tetap aman dan tetap di rumah".

Twitter juga menandai beberapa tweet dari Mike Roman, seorang agen kampanye Trump. Dia menyebarkan informasi palsu yang menyarankan praktik pemungutan suara yang tidak tepat di Philadelphia, kota utama yang kemungkinan akan memengaruhi hasil pemilihan.