REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 3,49 persen pada kuartal ketiga dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (year on year/yoy). Realisasi ini membaik dibandingkan kuartal kedua yang tumbuh negatif 5,32 persen (yoy).
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, terlihat perbaikan pada berbagai indikator. Di antaranya, sebagian besar lapangan usaha yang mulai menunjukkan pertumbuhan.
"Ada perbaikan di sana. Masih kontraksi tapi tidak sedalam kuartal kedua dan arahnya harus diperbaiki dengan semangat optimisme bersama," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (5/11).
Salah satu lapangan usaha yang menunjukkan perbaikan adalah sektor industri. Meski masih tumbuh negatif 4,31 persen, pertumbuhan ini membaik dibandingkan kuartal kedua yang menyusut 6,19 persen.
Begitupun dengan sektor perdagangan yang kontraksi 5,03 persen, lebih pulih dibandingkan minus 7,57 persen pada kuartal kedua. Sektor akomodasi dan makanan minuman juga mengalami kontraksi yang lebih landai, yaitu dari minus 22,02 persen di kuartal kedua menjadi minus 11,86 persen pada periode Juli-September.
Beberapa sektor bahkan masih mencatatkan pertumbuhan positif. Misalnya saja pertanian dan informasi dan komunikasi yang masing-masing tumbuh 2,15 persen dan 10,61 persen. Jasa kesehatan bahkan tumbuh 15, 33 persen, naik signifikan dibandingkan kuartal kedua, 3,71 persen.
Pemulihan lebih signifikan terlihat secara kuartalan (q-to-q). Dibandingkan kuartal kedua 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif 5,05 persen. Realisasi ini juga jauh membaik dibandingkan periode April hingga Juni yang mencatatkan pertumbuhan negatif 4,19 persen.
Suhariyanto menyebutkan, pertumbuhan ekonomi yang membaik di kuartal ketiga dipengaruhi berbagai peristiwa. Di antaranya, perekonomian di berbagai negara yang juga menunjukkan pemulihan dibandingkan kuartal sebelumnya. "Berbagai pergerakan indikator di banyak negara mengalami perbaikan tapi masih menghadapi kendala karena masih tingginya kasus Covid-19," katanya.
Sementara itu, harga komoditas pangan di kuartal ketiga seperti minyak kelapa sawit dan kedelai mengalami peningkatan. Tren serupa terjadi pada komoditas hasil tambang di pasar internasional. Tetapi, harga komoditas migas masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Harga rata rata minyak mentah Indonesia (ICP) yang naik secara kuartalan turut memberikan pengaruh. Pada kuartal kedua 2020, Suhariyanto mencatat, ICP berada di level 27,67 dolar AS per barel yang meningkat menjadi 39,30 dolar AS per barel pada kuartal ketiga. "Artinya secara q-to-q harga rata-rata minyak mentah naik tinggi, 44,2 persen," ucap Suhariyanto.