REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- WS Rendra memang telah meninggal dunia beberapa tahun silam. Meski begitu sosoknya ternyata tetap hidup di sanbubari masyarakat, termasuk seperti dalam diri Muhaimin Iskandar.
Dalam dalam acara bertajuk 'Rindu Rendra' di Cafe Sastra Jakarta Timur, Sabtu (7/11), Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum PKB itu mengenang 'Si Burung Merak' ini dengan baca puisinya dengan penuh penghayatan.
Dalam soal puisi semua tahu Rendra kerap memproduksi puisi pamflet tentang keadaan masyarakat, termasuk kemunafikan politik. Bahkan dalam puisinya pun kerap menyoal keadaan masyarakat meski mengungkapkannya dengan puisi bergaya liris.
Semalam, Muhaimin memiih puisi Rendra yang relatif baru termasuk baru sebelum dia wafat. Puisi itu berjudul: 'Inilah Saatnya'. Begini isi puisi tersebut selengkapnya:
Inilah Saatnya
(Karya W.S. Rendra)
Inilah saatnya
melepas sepatu yang penuh kisah
meletakkan ransel yang penuh masalah
dan mandi mengusir rasa gerah
menenangkan jiwa yang gelisah.
Amarah dan duka
menjadi jeladri dendam
bola-bola api tak terkendali
yang membentur diri sendiri
dan memperlemah perlawanan.
Sebab seharusnya perlawanan
membuahkan perbaikan,
bukan sekadar penghancuran.
Inilah saatnya
meletakkan kelewang dan senapan,
makan sayur urap
mengolah pencernaan,
minum teh poci,
menatap pohon-pohon
dari jendela yang terbuka.
Segala macam salah ucap
bisa dibetulkan dan diterangkan.
Tetapi kalau senjata salah bicara
luka yang timbul panjang buntutnya.
Dan bila akibatnya hilang nyawa
bagaimana akan membetulkannya?
Inilah saatnya
duduk bersama dan bicara.
Saling menghargai nyawa manusia.
Sadar akan rekaman perbuatan
di dalam buku kalbu
dan ingatan alam akhirat.
Ahimsa,
tanpa kekerasan menjaga martabat bersama.
Anekanta,
memahami dan menghayati
keanekaan dalam kehidupan
bagaikan keanekaan di dalam alam.
Menerima hidup bersama
dengan golongan-golongan yang berbeda.
Lalu duduk berunding
tidak untuk berseragam
tetapi untuk membuat agenda bersama.
Aparigraha,
masing-masing pihak menanggalkan pakaian
menanggalkan lencana golongan
lalu duduk bersama.
Masing-masing pihak hanya memihak
kepada kebenaran.
Inilah saatnya
menyadari keindahan kupu-kupu beterbangan.
Bunga-bunga di padang belantara
Lembutnya daging dan susu ibu
dan para cucu masa depan
mencari Ilham.
Inilah saatnya,
Inilah saatnya.
Ya, saudara-saudariku.
Inilah saatnya bagi kita.
Di antara tiga gunung
melekuk rembulan
Usai membaca puisi ini, tepuk tangan yang riuh muncul. Putri WS Rendra terharu. Dia mengacungkan dua jempolnya ke arah Muhaimin. Clara berkata:"Luar biasa!."
Dan bagi Muhaimin, meski baru membaca puisi Rendra yang berjudul 'Inilah Saatnya', dia merasa memang pesannya sangat cocok dengan keadaan saat ini. "Semua dikacaukan keadaan, pandemi Covid. Semua serba stagnan serta dipaksa membuat format baru."
"Rendra dapat menggambarkan kondisi masa depan dengan sangat baik, lewat puisi-puisinya" katanya.
Muhaimin Iskandar berkata, puisi-puisi Rendra tidak ada tandingannya. Menularkan semangat memperbaiki keadaan.
"Bersyukur kita punya Rendra," ucap Muhaimin.