REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketersediaan data valid di sektor perunggasan masih menjadi masalah. Kementerian Pertanian (Kementan) pun menuturkan, belum ada valid populasi ayam secara nasional.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah, mengatakan, tidak adanya data populasi yang valid karena proses pendataan dari level daerah tidak ada. Para peternak yang membuka peternakan ayam juga tidak pernah melapor sehingga perkembangan populasi tidak terkontrol.
"Saya tanya beberapa dinas peternakan, ada berapa kandang dan populasi di daerahmu? Jawaban mereka tidak tahu, karena orang bangun kandang tidak melapor," kata Nasrullah dalam diskusi virtual Indef, Rabu (11/11).
Ia mengatakan, para peternak yang membangun usaha saat ini hanya melapor melalui sistem perizinan satu atap yang ada di setiap daerah. Sementara, laporan itu belum terintegrasi dengan dinas bidang peternakan. Padahal, semestinya membuka usaha peternakan harus dengan rekomendasi dinas peternakan.
Hal itu untuk bisa melihat seberapa besar kebutuhan ayam di daerah tersebut sehingga rencana produksi bisa sesuai. "Selayaknya dia dapat rekomendasi sehingga bisa dilihat, misal sudah over harusnya tidak bisa (buka kandang) karena nanti ketiga produksi, malah kaget (over suplai)," ujarnya.
Lebih lanjut, Nasrullah membeberkan, pemerintah daerah juga sulit menata arus keluar masuk livebird atau ayam hidup siap potong. Sebab, data produksi di masing-masing daerah juga tidak diketahui secara pasti.
"Inilah salah satu kendala kita dalam pendataan dan ini data dasar. Saya katakan populasi dan berapa penguasaan unggas oleh rakyat yang clear saya tidak punya data valid. Saya jujur katakan karena mereka tidak terdaftar," kata dia.
Kementan, kata dia, pernah mencoba melakukan pendataan. Namun, setelah diverifikasi data jauh berbeda dengan yang dimiliki sebelumnya. Menurut Nasrullah, banyak peternak yang menyembunyikan jumlah populasi sebenarnya lantaran takut dikenakan pajak. Belum lagi, korporasi yang mungkin bermain.
Oleh sebab itu, Nasrullah menegaskan, pihaknya masih terus mempersiapkan kebijakan permanen yang akan dilakukan untuk menyelesaikan persoalan perunggasan. Ia pun sepakat jika persoalan data harus mulai diselesaikan agar upaya penyeimbangan produksi dan kebutuhan bisa dilakukan dengan tepat.