REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah, mengaku masih mendalami persoalan pelik industri perunggasan nasional yang kerap menghadapi masalah anjloknya harga.
Nasrullah mengatakan, pangkal persoalan jatuhnya harga saat ini dinilai akibat berlebihnya pasokan secara nasional. Namun, jika dilihat lebih detail, over suplai yang terjadi tidak secara nasional, melainkan sebatas tingkat daerah.
Selain itu, harga yang jatuh hanya pada level livebird atau ayam hidup siap potong. Jatuhnya harga tidak terjadi pada bibit ayam, maupun ayam indukan.
"Teori ekonomi, apabila (produksi) berlebihan harga akan anjlok. Ini benar terjadi, cuma yang membingungkan hanya terjadi pada posisi livebird," kata Nasrullah dalam diskusi virtual Indef, Rabu (11/11).
Selain itu, kata dia, harga di tingkat konsumen juga stabil tinggi. Bahkan di sejumlah daerah melebihi Rp 50 ribu per kilogram (kg). "Jadi sebetulnya, ini oversuplai atau apa? Saya pribadi belum bisa menjawab karena sejak sebelum pandemi pun kalau ada oversuplai, itu spesifik area," ujarnya.
Nasrullah melanjutkan, jika sesuai tugas, pokok, dan fungsi, semestinya tugas Kementerian Pertanian sudah selesai untuk sektor perunggasan. Sebab Indonesia sudah mampu berswasembada. Justru yang masih harus difokuskan adalah untuk komoditas sapi dan kerbau yang masih dipenuhi oleh impor sekitar 39 persen dari total kebutuhannya.
Oleh sebab itu, dalam sektor perunggasan ia menegaskan dibutuhkan pemikiran dan solusi komprehensif. Ia pun meminta para ahli dan pakar untuk turut membantu pemerintah mencari solusi terbaik dalam membenahi perunggasan dalam negeri.