REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON, DC – Abdus Sattar Ghazali, Pemimpin Redaksi Journal of America mengatakan, kasus pemenggalan Samuel Paty sekali lagi memicu kontroversi karikatur anti-Islam yang mendorong perang antara Prancis dan Muslim.
Beberapa hari sebelum pembunuhan Paty, pada Jumat 2 Oktober, Presiden Prancis Emmanuel Macron telah membuat pidato kontroversial, menyatakan bahwa "Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini."
Menanggapi komentar Macron, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan esok hari, Sabtu 3 Oktober mengatakan dia yakin mitranya dari Prancis itu membutuhkan 'perawatan mental.'
"Apa masalah Macron dengan Islam? Apa masalahnya dengan Muslim?" Erdogan menambahkan. Setelahnya, Prancis memanggil duta besarnya untuk Turki pada hari Ahad sebagai tanggapan atas komentar Erdogan.
Bukan hanya Turki, komentar anti-Islam Macron juga dikutuk secara luas di negara-negara Arab dan Muslim, sementara beberapa negara Arab menyerukan boikot produk Prancis. Pada Rabu, 28 Oktober, majalah Prancis Charlie Hebdo kembali membuat kontroversi dengan menerbitkan karikatur yang menyindir Erdogan.
Kartun tersebut menggambarkan Presiden Turki sedang duduk dengan hanya memakai kaos dan pakaian dalam, minum bir, dan mengangkat pakaian seorang wanita berjilbab untuk memperlihatkan bagian belakangnya yang telanjang.
Karikatur Erdogan juga dilengkapi gelembung ucapan yang bertuliskan “Ouuuh! Nabi!", menunjukkan bahwa Erdogan hanya berpura-pura menjadi pembela Islam yang setia. Judul yang diterbitkan bersama kartun tersebut berbunyi: "Erdogan: Secara pribadi, dia sangat lucu!"
Kantor Kepala Kejaksaan Ankara meluncurkan penyelidikan terhadap manajer Charlie Hebdo atas kartun itu, kantor berita Anadolu yang dikelola pemerintah mengeluarkan pernyataan, "Menghina presiden adalah kejahatan di Turki yang dapat dihukum hingga empat tahun penjara."
Erdogan sendiri mengatakan dia tidak melihat gambar itu dan tidak mengatakan apa-apa tentang publikasi yang "tidak terhormat" itu. "Kesedihan dan kemarahan saya tidak berasal dari serangan yang menjijikkan terhadap diri saya tetapi dari fakta bahwa (publikasi) yang sama adalah sumber serangan tidak sopan terhadap Nabi saya yang terkasih," kata Erdogan.
Meski telah menerima banyak kecaman hingga boikot, Presiden Macron dengan tegas menyatakan bahwa Prancis tidak akan melepaskan kartun, gambar atau karikatur 'tercela' itu. "Kami akan membela kebebasan dengan sangat baik dan kami akan membawa sekularisme," ujar Macron.