REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach pada hari Selasa (17/11) menyampaikan bahwa para atlet tidak akan dipaksa untuk mendapat vaksinasi COVID-19 sebelum ikut Olimpiade Tokyo.
Kendati begitu, ia juga menambahkan bahwa tindakan tersebut harus dilakukan sebagai bentuk "demonstrasi solidaritas" kepada Jepang.
Pada hari yang sama Bach mengunjungi Perkampungan Atlet sebelum mengakhiri perjalanan dua harinya di Tokyo dengan mengunjungi National Stadium, demikian laporan Reuters menyebutkan.
"Kami akan mendorong para atlet agar sebisa mungkin melakukan vaksinasi karena lebih baik untuk kesehatan mereka, dan juga sebagai bentuk solidaritas dengan sesama atlet dan juga masyarakat Jepang," kata pria berkebangsaan Jerman itu.
Perjalanan Bach, yang pertama ke Jepang sejak keputusan untuk menunda Olimpiade pada bulan Maret, mengalami kemajuan pesat dan dia telah berbicara tentang dampak besar vaksin terhadap kemampuan Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade tahun depan.
Lebih dari 11.000 atlet diharapkan datang ke Tokyo untuk olimpiade, yang akan dimulai pada 23 Juli, dengan ribuan lainnya datang untuk Paralimpiade yang digelar berikutnya.
Namun, ketika didesak apakah para atlet akan melompati antrean untuk mendapatkan vaksin potensial sebelum olimpiade, Bach bersikukuh bukan itu masalahnya.
"Kami menjelaskan sejak awal bahwa prioritas pertama adalah untuk perawat, dokter medis, dan semua orang yang menjaga masyarakat kami tetap hidup, meskipun ada krisis virus corona," kata Bach kepada wartawan di National Stadium.
"Inilah orang-orang yang berhak menjadi pihak pertama yang divaksinasi," pungkasnya.
Penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 mengadakan pertemuan tinjauan proyek minggu ini dan berharap bisa memutuskan berbagai tindakan penanggulangan COVID-19, termasuk apakah penonton akan diizinkan menonton tahun depan.