Rabu 18 Nov 2020 13:49 WIB

Penjualan Hewan Ilegal Marak di Medsos Selama Pandemi

Hewan yang dijual di bawah umur, bahkan ada yang sakit.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Hewan peliharaan (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Hewan peliharaan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Badan amal hewan di Inggris, memperingatkan fenomena penjualan hewan peliharaan ilegal yang marak di media sosial (medsos). Pandemi Covid-19 menjadi kondisi di mana banyak orang mulai mengadopsi hewan peliharaan seperti anak anjing dan kucing.

The Kennel Club, salah satu organisasi kesejahteraan anjing terbesar di Inggris, mengatakan penelusuran anak anjing di situs webnya telah meningkat berkali lipat antara Februari dan Maret setelah pembatasan sosial diumumkan. Sayangnya, penjualan yang dilakukan banyak tidak berizin sehingga dikhawatirkan penyalahgunaan dan mengeksploitasi hewan. Hal itu seperti hewan sakit, di bawah umur, atau menipu calon pembeli.

Kepala Advokasi Cats Protection, Jacqui Cuff, mengatakan pandemi telah menciptakan kondisi bagi penjual hewan peliharaan yang tidak bermoral untuk berkembang. "Karena mereka tampaknya memiliki alasan yang kredibel untuk tidak mengizinkan pembeli melihat anak kucing bersama induknya terlebih dahulu," kata Cuff seperti dilansir di laman BBC, Rabu (18/11).

Hewan yang dijual di bawah umur berpotensi menderita penyakit serius yang mengancam jiwa sehingga tidak cocok sebagai hewan peliharaan. Bagi yang hendak memelihara hewan, disarankan mempertimbangkan untuk mengadopsi dari pusat penyelamatan terlebih dahulu, termasuk melihat di mana hewan itu dibesarkan.

Harga anak kucing dan anak anjing yang dijual secara daring kian meroket. Mayoritas grup medsos seperti Facebook yang berstatus privat atau dikunci sehingga mereka bertransaksi secara tertutup. Beberapa spesies bisa diiklankan dengan harga lebih dari 1.000 poundsterling atau sekitar Rp 18 juta. Satu pos bersifat publik tampak mengiklankan anak kucing persia dengan wajah boneka berambut panjang. Beberapa anak kucing dan anak anjing juga ditawarkan untuk pengiriman ke seluruh dunia.

Satu unggahan lainnya menjual anak kucing ragdoll dilengkapi sarung tangan dan masker terkait protokol Covid-19. Perusahaan Facebook mengeklaim kasus seperti ini sedang dalam penyelidikan, termasuk mendorong pengguna untuk melaporkan setiap unggahan.

Menurut lembaga Action Frau, tingginya permintaan hewan juga sejalan dengan meningkatnya laporan penipuan. Badan amal termasuk Rumah Anjing Battersea, Cats Protection, dan RSPCA juga telah memperingatkan publik tidak terburu-buru untuk mendapatkan hewan peliharaan baru.

Banyak anak kucing atau anak anjing baru yang berasal dari peternakan, dalam kondisi yang tidak memadai. Untuk itu, penting untuk melihat hewan tersebut bersama induknya. Ada kekhawatiran bahwa ketika kehidupan kembali normal dan orang-orang menghabiskan lebih sedikit waktu di rumah, hewan peliharaan pun bisa ditinggalkan.

Adapun pihak Facebook mengeklaim tidak mengizinkan penjualan hewan di Facebook termasuk dalam grup pribadi. "Ketika kami menemukan konten jenis ini, kami menghapusnya," kata seorang juru bicara Facebook.

Menurut Pet Advertising Advisory Group, tantangan bagi Facebook adalah  aktivitas ini terjadi dalam kelompok tertutup dan itu bergantung pada pengguna individu untuk melaporkannya.

Hal ini telah menerbitkan daftar standar minimum untuk situs web yang menjual hewan, termasuk penghapusan otomatis iklan dengan kata-kata dalam daftar hitam, melarang vendor yang mengunggah iklan ilegal dan termasuk foto terbaru dari hewan tersebut.

Kelompok itu mengatakan telah bertemu Facebook untuk membahas iklan ilegal dan tidak pantas tetapi karena platform tidak memfilter postingan sebelum dipublikasikan, kecil kemungkinan Facebook dapat atau bisa menerapkan standar yang sama.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement