REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Otoritas Palestina pada Selasa (17/11) mengumumkan bahwa pihaknya melanjutkan koordinasi keamanan dan hubungan diplomatik lainnya dengan Israel setelah menangguhkan kebijakan pada Mei karena rencana aneksasi Tel Aviv.
“Sehubungan dengan seruan yang dibuat oleh Presiden [Mahmoud] #Abbas mengenai komitmen Israel terhadap perjanjian yang ditandatangani secara bilateral, & berdasarkan surat resmi tertulis dan lisan yang kami terima, yang menegaskan komitmen Israel kepada mereka. Karenanya, hubungan dengan #Israel akan kembali seperti semula,” kata Menteri Urusan Sipil Palestina Hussein Al-Sheikh melalui Twitter.
“Terkait surat Anda tertanggal 7 Oktober 2020, Israel sebelumnya telah menyatakan bahwa perjanjian bilateral Israel-Palestina tetap membentuk kerangka hukum yang berlaku yang mengatur perilaku para pihak di bidang keuangan dan lainnya,” bunyi surat yang diterima Al-Sheikh dari Kamil Abu Rukun, koordinator kegiatan pemerintah Israel di wilayah Palestina.
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, membenarkan bahwa Otoritas Palestina menerima surat dari Israel yang mengatakan pihaknya berkomitmen untuk semua perjanjian sehingga mereka mengumumkan dimulainya kembali koneksi. Sementara itu, faksi-faksi Palestina mengecam pengumuman tersebut.
Hamas mengatakan bahwa keputusan ini memberi negara-negara yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel pembenaran yang sebelumnya telah ditolak.
“Keputusan ini merupakan tantangan bagi upaya nasional untuk membangun kemitraan nasional, strategi perjuangan melawan penjajahan, aneksasi, normalisasi dan Kesepakatan Abad Ini dan datang bersamaan dengan pengumuman ribuan unit permukiman di Kota Yerusalem yang diduduki," kata kelompok perlawanan Palestina itu.
Hamas menambahkan bahwa Otoritas Palestina harus segera mundur dari keputusannya dan tidak bertaruh pada Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden atau pemimpin lain untuk membebaskan tanah itu, menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk kebebasan adalah persatuan nasional. Otoritas Palestina memutus hubungan dengan Israel pada Mei sebagai protes terhadap rencana aneksasi Tel Aviv untuk bagian Tepi Barat yang diduduki di bawah kebijakan "Kesepakatan Abad Ini" yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump.