Rabu 18 Nov 2020 22:38 WIB

BUMN Siap Integrasikan Data untuk Program Vaksinasi

Kementerian BUMN membantu proses vaksin mandiri sekitar 75 juta jiwa

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Sejumlah relawan antre untuk di vaksin  pada simulasi vaksinasi COVID-19, (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah relawan antre untuk di vaksin pada simulasi vaksinasi COVID-19, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir optimistis holding BUMN farmasi yang terdiri atas Bio Farma, Kimia Farma, dan Indofarma dapat melaksanakan proses vaksin mandiri dengan optimal. Erick menjelaskan, sistem IT dibangun bersama antara Telkom dan Biofarma untuk menjaga proses kehati-hatian dan transparansi. Erick menyebut pemerintah telah menugaskan Kementerian BUMN membantu proses vaksin mandiri sekitar 75 juta jiwa atau sekitar 160 juta dosis lebih dosis.

"Kenapa angkanya lebih dari 75 juta karena kita ada serep kurang lebih 10 persen. Ini pun kemarin sudah rapat dengan Kejaksaan, BPKP, LKPP, kemungkinan angka yang tidak terpakai atau rusak kemarin mereka coba tingkatkan sampai 15 persen," ucap Erick dalam Webinar di Jakarta, Rabu (18/11).

Baca Juga

Erick menjelaskan, angka yang rusak atau tidak terpakai sebesar 15 persen bukan merupakan kegagalan vaksin, melainkan karena faktor lain seperti persoalan yang terjadi saat distribusi. "Oleh karena itu, sejak awal kami di vaksin mandiri sangat detil sampai di barcode kan dari mulai produksi, distribusi, penyuntikan sampai setelah penyuntikan," ucap Erick.

Erick optimistis holding farmasi yang terdiri atas Biofarma, Indofarma, dan Kimia Farma mempunyai kemampuan dalam proses distribusi hingga ke daerah-daerah dengan tetap memastikan terjaganya kualitas vaksin tersebut. Program vaksinasi hingga ke penjuru negeri, kata Erick, bukan hal yang baru bagi BUMN farmasi yang memiliki jaringan ke berbagai pelosok negeri.

"Dengan 75 juta (vaksinasi) karena itu kita ingin memastikan dari proses produksi, distribusi, dan juga customer experinecenya bisa berjalan dengan baik," ungkap Erick.  

Direktur Digital Business Telkom Fajrin Rasyid mengatakan perusahaan siap membuat sistem data vaksinasi yang terintegrasi. Hal ini sejalan dengan proses transformasi yang tengah dilakukan Telkom dari perusahaan telekomunikasi menjadi perusahaan telekomunikasi digital.

"Kami melihat potensi bisnis ini ke depan sangat baik, dalam beberapa tahun terakhir bisnis digital jadi salah satu bisnis yang kita garap, seperti pusat data hingga komputasi awan," ucap Fajrin.

Fajrin menyampaikan, Telkom siap mengintegrasikan data dari berbagai sumber untuk validitas calon penerima vaksin. Pemgembangan sistem informasi satu data juga dapat digunakan untuk program vaksin pemerintah maupun vaksin mandiri.

"Kami menunggu arahan dari Kementerian Kesehatan tapi kami siap mengintegrasikan sistem ini," lanjut Fajrin.

Fajrin melanjutkan, sistem tersebut juga memonitor keseluruhan proses dari proses produksi, distribusi, hingga memonitor hasil vaksinasi. Hal ini, kata Fajrin, guna memastikan siapa saja yang telah atau belum mendapatkan vaksin.

"Ini penting juga agar kita mengetahui apakah nanti kekebalan kelompok sudah tercapai, di daerah mana, apakah ada laporan KIPI atau kejadian ikutan pasca imunisasi dan lain sebagainya yang terkait dengan hasil vaksinasi," ungkap Fajrin.

Fajrin menyampaikan Telkom akan mengintegrasikan satu data dari berbagai sumber, seperti data BPJS kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, hingga Dukcapil. Fajrin menyebut persoalan data saat vaksinasi sangat penting agar pemerataan vaksinasi bisa tercapai.

"Itu mengapa sistem informasi itu harus diintegrasikan, baik untuk program vaksinasi pemerintah maupun program vaksinasi mandiri. Hasil dari sistem ini yang kemudian akan menjadi laporan untuk melihat berapa penduduk yang sudah dan belum divaksin," kata Fajrin.

Chief Digital Healthcare Officer Bio Farma Soleh Ayubi menekankan program vaksinasi akan mendapat pengawasan ketat dari pemerintah mengingat berkaitan dengan keselamatan publik. Soleh menyebut negara yang menganut paham liberal sekalipun akan tetap memegang penuh kendali program vaksinasi.

Soleh menilai kehadiran pemerintah yang mengontrol penuh vaksinasi sudah sangat tepat. Pasalnya, Soleh menyebut begitu banyak pelaku usaha di sektor kesehatan, mulai dari perusahaan farmasi, distributor, ritel, klinik, hingga rumah sakit yang memiliki karakteristik beragam.

"Sehingga dibutuhkan satu koordinator yang sangat kuat yang bisa mengorkestrasi semua pelaku usaha ini sehingga menuju ke arah yang sama," ucap Soleh.

Soleh juga menilai pentingnya peranan teknologi digital dalam vaksinasi yang mendorong kemudahan hingga akurasi data yang lebih akurat ketimbang manual. "Kita akan melakukan vaksinasi yang jumlahnya sangat besar, 107 juta orang, kalau itu dilakukan secara manual ya potensi untuk terjadi kesalahan, potensi untuk terjadinya error, potensi lambat dan seterusnya," ungkap Soleh.

Soleh menyebut tiga area besar dalam proses vaksinasi yang meliputi proses produksi, distribusi, dan lokasi vaksinasi. Ketiga hal ini saling berkaitan dalam mewujudkan keberhasilan program vaksinasi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement