Jumat 20 Nov 2020 11:53 WIB

Kemenkeu Paparkan Alasan PMN Baru Cair 37,6 Persen

Perlu Peraturan Pemerintah (PP) terlebih dahulu agar PMN bisa cair.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) berbincang sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, total pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN dan lembaga baru mencapai 37,6 persen.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) berbincang sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, total pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN dan lembaga baru mencapai 37,6 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, total pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN dan lembaga baru mencapai 37,6 persen. Dari total Rp 45,05 triliun yang dianggarkan, baru sebesar Rp 16,95 triliun di antaranya yang sudah disalurkan ke penerimanya.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, anggaran yang belum direalisasikan karena proses legislasi masih berlangsung. Seperti diketahui, dibutuhkan Peraturan Pemerintah (PP) terlebih dahulu agar PMN bisa cair dan disalurkan ke BUMN maupun lembaga tertentu.

"Mudah-mudahan kita bisa selesaikan sebelum akhir Desember, sehingga bisa direalisasikan," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (20/11).

Isa mengakui, proses terkait regulasi bukanlah hal yang mudah dan sudah terstandar. Sebab, pemerintah harus melakukan rapat panitia antara Kementerian/ Lembaga untuk proses harmonisasi, legislasi di Kementerian Hukum dan HAM hingga Sekretariat Negara.

Meski lama, Isa menekankan, proses legislasi yang melibatkan banyak pihak ini justru menunjukkan bahwa pemberian PMN tidak dilakukan secara sembarangan. "Itu menggambarkan, proses administratifnya hati-hati dan tata kelola baik," tuturnya.

Secara lebih rinci, PMN yang masih belum direalisasikan adalah PMN untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di antaranya, Rp 7,5 triliun untuk Hutama Karya dan Rp 1,5 triliun untuk PT Permodalan Nasional Madani.

PMN nontunai juga tercatat belum direalisasikan. PMN ini ditujukan untuk PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan PT Pengembangan Armada Niaga Indonesia dengan total Rp 268 miliar dan Rp 3,763 triliun. PMN non tunai dilakukan dengan mengonversi piutang negara terhadap dua BUMN tersebut.

PMN untuk PT Bio Farma dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) yang baru diputuskan pada kuartal ketiga pun belum cair. Kedua BUMN ini diketahui mendapat suntikan dana untuk melakukan program PEN dengan anggaran Rp 1,57 triliun ke PII dan Rp 2 triliun ke Bio Farma.

Isa menjelaskan, pemberian PMN kepada Bio Farma seharusnya dilakukan pada tahun depan. Tapi, pemerintah melihat urgensi untuk mendukung Bio Farma, terutama dalam pengadaan vaksin Covid-19. "Kita lihat ada peluang untuk mempercepat di 2020, maka kami lakukan," katanya.

Selain dua BUMN itu, pemerintah juga baru saja memutuskan memberikan PMN tambahan sebesar Rp 5 triliun kepada Lembaga Penjamin Ekspor Indonesia (LPEI) sebesar Rp 5 triliun. Bersama PII, LPEI ditugaskan untuk melakukan penjaminan korporasi guna back up permodalan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement