Rabu 25 Nov 2020 00:13 WIB

Psikiater: Kesehatan Jiwa Anak Lebih Penting dari Nilai

Orang tua perlu hadir sepenuh hati demi kesehatan jiwa anak.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Indira Rezkisari
Anak-anak memakai masker saat bermain di Rusun Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta. Psikiater ingatkan anak-anak harus dijaga kesehatan jiwanya selama pandemi Covid-19.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak memakai masker saat bermain di Rusun Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta. Psikiater ingatkan anak-anak harus dijaga kesehatan jiwanya selama pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stres selama belajar daring sangat mungkin dialami oleh anak. Psikiater Lahargo Kembaren mengatakan, merasa stres, cemas, sedih, marah, atau tegang adalah hal yang wajar akibat perubahan dalam rutinitas.

Dia menjelaskan, stres bisa ditandai dengan gejala fisik seperti sakit kepala, jantung berdebar, napas sesak dan pendek, nyeri perut, serta otot tegang. Sementara, gejala emosional termasuk frustasi, merasa sendiri dan dikucilkan.

Baca Juga

Anak bisa juga menunjukkan gejala perilaku seperti pola makan dan tidur terganggu, malas bergerak, agresif, dan sering menunda pekerjaan. Untuk gejala kognitif, beberapa di antaranya sulit fokus, kurang konsentrasi, mudah lupa, serta pikiran berulang.

"Setiap perubahan membutuhkan waktu dan kemampuan untuk beradaptasi. Fokus pada proses penyesuaian yang terus berjalan," ucap dokter yang praktik di RS Jiwa Marzoeki Mahdi dan RS Siloam Bogor tersebut.

Lahargo membagikan tips bagi orang tua untuk mendampingi anak yang stres saat belajar daring. Disarankan untuk mengatur pola hidup yang sehat, makan makanan bergizi, olahraga teratur, tidur cukup, dan memiliki hati yang gembira.

Menurut Lahargo, orang tua perlu hadir sepenuh hati untuk anak, sering bercakap-cakap, sabar mendengarkan, serta mendiskusikan apa yang anak rasakan. Sebaiknya, orang tua tidak terburu-buru membombardir dengan nasihat dan pelabelan.

Selanjutnya, menciptakan lingkungan serta suasana belajar yang nyaman, juga memperhatikan kebersihan, kerapian, ketenangan, dan estetikanya. Perhatikan pula kebutuhan anak dan bersikap empati terhadap apa yang mereka butuhkan.

Orang tua disarankan bersikap realistis. Bagaimanapun, kegiatan belajar daring tidak selalu berjalan lancar. Masalah sinyal, kuota, atau hambatan pada audio visual bisa saja membuat anak merasa sebal. Bantu anak menghadapi itu semua.

Usahakan mengajak anak melakukan kegiatan motorik non-digital setiap hari, seperti olahraga, bermain musik, berkebun, membersihkan rumah, atau memainkan permainan tradisional. Anak juga harus memperoleh waktu istirahat dan tidur yang cukup.

Dijelaskan Lahargo, waktu istirahat dan tidur berkualitas akan membuat anak lebih rileks, fokus, konsentrasi, dan meningkatkan kekuatan memori. Selain itu, asupan makanan bergizi juga sangat penting, dengan memperbanyak sayuran, buah, dan ikan.

Biarkan anak tetap memiliki interaksi sosial seperti terhubung dengan teman dan sanak saudara via virtual. Jangan ragu pula untuk berkonsultasi ke profesional kesehatan jiwa apabila stres berlebihan mulai mengganggu kehidupan sehari-hari.

"Orang tua dan anak perlu berlatih manajemen stres seperti teknik relaksasi, grounding, mindfulness, meditasi, dan lain-lain. Kesehatan jiwa anak jauh lebih penting dari nilainya saat belajar daring," ungkap Lahargo.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement