Selasa 24 Nov 2020 17:41 WIB

Tak Bisa Terus Bergantung Zakat, Saatnya Tumbuhkan Wakaf

Manfaat wakaf adalah membangun tradisi memberi.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Tak Bisa Terus Bergantung Zakat, Saatnya Tumbuhkan Wakaf. Ilustrasi Tanah Wakaf
Foto: dok. Republika
Tak Bisa Terus Bergantung Zakat, Saatnya Tumbuhkan Wakaf. Ilustrasi Tanah Wakaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh menuturkan, sekarang ini adalah saatnya menumbuhkan perwakafan karena umat Muslim perlu memikirkan masa depan dengan langkah strategis. Menurutnya, umat tidak bisa terus bergantung pada zakat dan infak.

"Kalau umat tergantung pada zakat dan infak, maka saya kira seperti rumah tangga yang pendapatannya habis untuk operasional, dia tidak bisa memikirkan hal yang sifatnya strategis. Saatnya sekarang perwakafan kita tumbuhkan, karena umat ini butuh masa depan, maka penting membangun perwakafan," kata Nuh dalam agenda webinar Wakaf Goes To Campus Virtual yang digelar oleh BWI, Selasa (24/11).

Baca Juga

Nuh menjelaskan, wakaf itu ibarat capital expenditure (belanja modal), sedangkan zakat dan infak adalah operational expenditure (belanja operasional). Zakat dan infak memang harus dihabiskan dengan membagikannya kepada yang membutuhkan. Sedangkan wakaf tidak boleh diberikan sampai habis.

Misalnya, seseorang yang mewakafkan hewan kambing, maka tidak boleh langsung dipotong. Kambing tersebut harus diternak oleh nazir dan setelah ada hasil dari ternak itu baru boleh dipotong. Karena itu, wakaf bukan sekadar melepaskan harta tetapi ada nilai yang terkandung di dalamnya.

Manfaat wakaf, Nuh menerangkan, adalah untuk membangun tradisi memberi. Dalam interaksi sosial, memberi itu ada di posisi yang paling tinggi. Sedangkan di bawahnya adalah menerima, lalu meminta, dan paling bawah yakni meminta-minta.

"Kalau kita setiap hari berwakaf, membangun habituasi, kita memberi dan memberi, sehingga martabat yang kita cita-citakan itu akan terangkat. Tetapi jangan sampai bangsa ini menjadi yang peminta-minta. Kita tidak ingin itu," ujarnya.

Nuh mengatakan, di zaman Rasulullah SAW, para sahabat yang memiliki kemampuan finansial tentu menunaikan wakaf. Karena itu, bagi dia, gerakan berwakaf merupakan bagian untuk menghidupkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah.

Nuh mengungkapkan, esensi wakaf sebenarnya bisa memperkuat mata rantai pasokan dan permintaan. Dalam kondisi krisis akibat pandemi sekarang ini, menurutnya, terdapat tanda putusnya mata rantai suplai dan permintaan. Saat putus, maka bisa menimbulkan kekacauan.

"Dan wakaf sebetulnya memperkuat mata rantai itu. Bagi orang yang berkecukupan, (apa yang diwakafkan) itu memperkuat sisi suplai. Dan kalau itu diolah dengan baik, maka akan memperkuat sisi demand-nya," ucapnya.

Konsekuensi jika itu terlaksana, yaitu memperkecil disparitas. Sebab, ujung dari wakaf adalah kesejahteraan dan keadilan, sebagaimana Surat Al-Hasr Ayat 7 dan Surat Al-Ma'arij Ayat 24-25.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement