Rabu 25 Nov 2020 16:00 WIB

Tarif Cukai Rokok Naik 2021, Ini Harapan Pengusaha

Salah satu aspirasi pelaku usaha yang patut dipertimbangkan tidak menaikkan cukai

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Pemerintah berencana menaikan cukairokok pada tahun 2021. (ilustrasi)
Foto: AP
Pemerintah berencana menaikan cukairokok pada tahun 2021. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) meminta pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan agar memperhatikan amanat Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dalam penyusunan rencana kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2021. Sebab amanat Pasal 5 Ayat (4) UU tentang Cukai menyebutkan bahwa dalam membuat alternatif kebijakan mengoptimalkan target penerimaan.

Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan, menteri yang bersangkutan harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri. ”Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada RAPBN dan alternatif kebijakan menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, seharusnya dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, dan disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (25/11).

Dalam catatan Perkumpulan GAPPRI, pertama selama ini pemerintah belum menjalankan amanat UU tentang Cukai. Sebab aspirasi dan kondisi industri selama ini tidak mendapat perhatian dalam penentuan kebijakan cukai 2021.

"Sementara ratusan pabrik rokok sudah menutup operasi dan sebagian kecil yang masih survive kehilangan konsumen akibat tingginya harga rokok," ucapnya.

Henry menegaskan lima dimensi yang dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagaimana marak berbagai media tidak menyebutkan pelaku industri sebagai dimensi penting dalam rencana membuat kebijakan CHT 2021.

Kedua, rencana Kementerian Keuangan menaikkan tarif CHT 2021 antara 13 persen sampai 20 persen sebagaimana disampaikan di media massa kurang tepat di tengah pelemahan kinerja industri hasil tembakau (IHT).

"Kenaikan tarif CHT 2020 yang sangat tinggi dan pelemahan daya beli akibat pandemi Covid-19 salah satu berdampak pada sektor IHT," ucapnya.

Ketiga, rencana kebijakan kenaikan tarif CHT belum pernah dikomunikasikan dengan pelaku usaha. Sebab Perkumpulan GAPPRI berharap sebaiknya perumusan kebijakan tersebut dilakukan secara transparan dan terukur, tidak mengorbankan IHT

Ke depan Perkumpulan GAPPRI berharap IHT diberikan kesempatan untuk melakukan pemulihan paling sedikit dua tahun. Pihaknya juga berharap pemerintah agar mendengar aspirasi pelaku usaha, sehingga pertimbangan objektif akan menjadi lebih bijak dan harmonis.

"Salah satu aspirasi pelaku usaha yang patut dipertimbangkan adalah tidak menaikkan cukai hasil tembakau rokok setelah tahun ini. Sebab, IHT dua kali dihantam badai. Badai akibat kenaikan cukai 23 persen dan harga jual eceran (HJE) 35 persen dan pandemi Covid-19," ucapnya.

Henry menyebut tidak adanya kenaikan CHT akan mempercepat recovery bagi IHT. Adapun percepatan recovery juga selaras dengan program pemerintah yang tengah fokus melakukan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat pandemi.

"Pemulihan ekonomi yang semakin cepat, akan menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja sektor industri hasil tembakau," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement