REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Informasi Pusat mencatat masih banyak badan publik yang belum melaksanakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) meski sudah sepuluh tahun UU diberlakukan. Belum maksimalnya kepatuhan badan publik terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi publik tampak jelas terlihat dari hasil monitoring dan evaluasi (monev) keterbukaan BP yang dilaksanakan pada 2020.
Dalam pernyataannya, di Jakarta, Rabu (25/11), Ketua KI Pusat Gede Narayana menyampaikannya dalam laporan tentang pelaksanaan monev keterbukaan badan publik di hadapan Wakil Presiden Prof Dr (HC) KH Ma’ruf Amin saat menyampaikan anugerah keterbukaan Informasi Publik dari Rumah Dinas Wapres RI, Rabu (25/11).
Gede memaparkan hasil monev keterbukaan badan publik bahwa dari 348 badan publik yang dimonitoring sepanjang tahun 2020, mayoritas 72,99 persen (254 badan publik) masih sangat rendah kepatuhan dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik.
Terdiri atas sebanyak 17,53 persen (61 badan publik) hanya masuk kategori cukup informatif, 13,51 persen (47 badan publik) kurang informatif dan 41,95 persen (146 badan publik) tidak informatif.
Dia menjelaskan, penilaian monitoring dan evaluasi badan publik tahun 2020 yang dilaksanakan oleh KI Pusat melibatkan delapan juri dari kalangan akademisi, peneliti, pegiat keterbukaan informasi dan media massa. Hasilnya, untuk kategori badan publik kategori informatif hanya 17,43 persen (60 badan publik) dan Menuju Informatif 9,77 persen (34 badan publik) yang dapat dinilai telah melaksanakan UU Nomor 14/2008 tentang KIP.
Gede mengatakan, nilai setiap kategori, yaitu informatif antara 90-100, menuju informatif 80-89,9, sedangkan cukup informatif hanya bernilai 60-79,9 (termasuk rendah keterbukaan informasinya), kurang informatif (40-59,9), dan tiak Informatif (0-39,9), ternyata masih ada BP bernilai di bawah 10, bahkan 0. "Besarnya prosentase BP yang masih masuk kategori cukup informatif, kurang informatif bahkan tidak informatif masih memprihatinkan, maka harus digarisbawahi bahwa keterbukaan informasi publik di Indonesia masih jauh dari tujuan yang diamanatkan oleh UU KIP," tegas Gede.
Menurut dia, kondisi yang memprihatinkan ini harus menjadi tugas bersama antara pemerintah, badan publik dan Komisi Informasi. Ia menyampaikan masih diperlukan dorongan yang lebih besar untuk menjadikan keterbukaan informasi sebagai budaya dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
"Komisi Informasi akan lebih menggelorakan budaya keterbukaan informasi publik melalui komitmen dan dukungan yang kuat dari pemerintah," ungkapnya.
Kendati demikian, ia menyampaikan bahwa hasil penganugerahan tersebut bukanlah suatu ajang yang dimaknai sebagai kontestasi antarbadan publik, tetapi harus dimaknai sebagai tolak ukur implementasi keterbukaan informasi publik di Indonesia. Tak lupa, Gede menyampaikan terima kasih kepada seluruh pimpinan badan publik yang telah berpartisipasi dan berkomitmen terhadap keterbukaan informasi publik, dari 348 badan publik sebanyak 324 badan publik mengisi SAQ lewat aplikasi e-monev.komisiinformasi.go.id, artinya tingkat partisipasi badan publik mencapai 93,1 persen melesat jauh dari 74,37 persen partisipasi badan publik tahun 2019.