REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyebut terjadi pengendapan dana bank sekitar Rp 1.200 triliun yang tidak disalurkan. Hal ini karena lemahnya permintaan kredit akibat pandemi Covid-19.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan perseroan mencatat dana masyarakat tumbuh 16 persen, sedangkan kredit tumbuh 4,9 persen. “Artinya kalau loan deposit ratio (LDR) nasional 82 persen menuju idealnya 92 persen, itu ada selisih 10 persen jadi ada sekitar Rp 1.200 triliun duit yang tidak disalurkan dalam bentuk kredit secara produktif,” ujarnya, Rabu (25/11).
Menurutnya segmen UMKM menjadi yang paling awal terpukul akibat dampak pandemi. Hal ini menjadi tantangan bagi bisnis perseroan karena sekitar 80 persen portofolio kreditnya merupakan UMKM.
“BRI mengarahkan bisnisnya dengan mengikuti stimulus yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk penempatan dana, belanja pemerintah berupa banpres produktif, subsidi gaji, KUR super mikro, subsidi penjaminan, hingga relaksasi restrukturisasi kredit,” ucapnya.
Tercatat perseroan telah merealisasikan stimulus rata-rata dalam waktu 1,5 bulan diantaranya restrukturisasi kredit senilai Rp 192,25 triliun kepada 2,98 juta debitur. Adapun penyaluran kredit dari penempatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) senilai Rp 45 triliun kepada 1,17 juta debitur, kemudian penjaminan kredit UMKM sebesar Rp 6,19 triliun kepada 10.131 debitur, subsidi bunga UMKM Rp 3,83 triliun kepada 6,5 juta debitur, KUR super mikro Rp 5,2 triliun kepada 597 ribu nasabah.
"Kita harus fokus supaya stimulus sampai ke masyarakat. Stimulus yang akan meningkatkan demand dan baru kita bisnis kalau ada demand," ucapnya.