REPUBLIKA.CO.ID, BUDAPEST — Kelompok hak LGBTQ terbesar di Hongaria, Hatter Society, menyambut keputusan pengadilan meminta undang-undang (UU) yang melarang individu transgender mengubah nama dan jenis kelamin mereka pada dokumen resmi ditinjau secara konstitusional.
“(Keputusan itu) mencerminkan apa yang telah kami katakan dan ulangi sejak usulan RUU tersebut: bahwa itu tidak konstitusional dan bertentangan dengan standar hak asasi manusia domestik serta internasional,” kata staf komunikasi Hatter Society Luca Dudits dalam sebuah surel ke Associated Press, Rabu (25/11).
Dalam keputusannya pekan lalu, Pengadilan Regional Miskolc di Hongaria timur memenangkan pemohon yang berpendapat UU tersebut melanggar hak konstitusional atas martabat manusia dan kehidupan pribadi. Mahkamah Konstitusi Hongaria kini memiliki waktu 90 hari untuk membuat keputusan tentang konstitusionalitas UU terkait.
Dudits mengungkapkan pertanyaan tentang independensi Mahkamah Konstitusi dapat berarti UU tersebut akan tetap berlaku. Dengan demikian gelombang tindakan yang mendiskreditkan atau menyisihkan kelompok LGBTQ di Hongaria bakal berlanjut.
“Baru-baru ini, kami melihat sejumlah regulasi yang memengaruhi komunitas LGBTQ, dan kami yakin ini adalah cara mereka mengkambinghitamkan komunitas untuk meraup suara pada pemilu mendatang,” kata Dudits.
Hongaria dikenal memiliki pendekatan konservatif dalam menghadapi merebaknya komunitas atau gerakan LGBTQ di Eropa. Hongaria ingin melestarikan apa yang dianggap sebagai status negara Kristen tradisional.
Pernikahan sesama jenis secara konstitusional dilarang di Hongaria pada 2012. Namun kemitraan sipil diakui. Kendati demikian, proposal hukum yang diajukan Menteri Kehakiman Judit Varga pada 10 November menyatakan bahwa hanya pasangan menikah yang diizinkan mengadopsi anak. Dengan demikian, pasangan sesama jenis tidak akan pernah bisa melakukan adopsi.
Pada Oktober lalu Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban menyamakan homoseksualitas dengan pelecehan anak. Saat itu dia sedang membicarakan tentang buku anak-anak di negara tersebut yang mengambil pendekatan inklusif untuk isu LGBTQ.
“Ada undang-undang di Hongaria yang mengatur tentang homoseksualitas. Orang Hongaria sabar dan toleran terhadap fenomena ini, dan kami juga mentoleransi provokasi. Tapi ada garis merah yang tidak bisa dilintasi. Tinggalkan anak-anak kita sendiri!" kata Orban dalam wawancara dengan stasiun radio publik Kossuth Radio.
Orban diketahui telah melarang adanya program studi gender di universitas-universitas Hongaria. Wakil Perdana Menteri Hongaria Zsolt Semjen mendukung pelarangan itu. Dia menyebut disiplin terkait tidak memiliki tempat di dunia akademis. Hal itu karena studi gender adalah ideologi, bukan ilmu.
Hongaria juga menolak meratifikasi Konvensi Istanbul yakni sebuah perjanjian Eropa tentang pencegahan dan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan serta kekerasan dalam rumah tangga. Hongaria mengatakan konvensi itu mewakili "serangan terhadap model keluarga tradisional".