REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Sosial memilih Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, sebagai tuan rumah perhelatan perdamaian nasional serta prasasti pelopor perdamaian dan keserasian sosial. Kabupaten Mesuji dianggap mampu mengupayakan keserasian sosial dan perdamaian setelah bertahun-tahun hidup dengan konflik sosial.
Bertempat di Taman Keragaman Hayati, Kabupaten Mesuji, sejak 29 November hingga 2 Desember 2020, hadir lebih dari 200 perwakilan pelopor perdamaian (Pordam) dari berbagai daerah. Puncak pengukuhan Pordam itu ditandai dengan penandatanganan prasasti pelopor perdamaian dan prasasti keserasian sosial.
"Pengukuhan Pelopor Perdamaian (Pordam) mewakili tekad Kementerian Sosial RI untuk bersama relawan Pordam mencegah dan meredam potensi konflik sosial. Perjalanan menuju keserasian sosial masih panjang, apalagi pada musim pandemi ini," kata Menteri Sosial Juliari P Batubara dalam keterangan resmi, Rabu (2/12).
Juliari mengajak segenap lapisan masyarakat untuk memberikan sumbangsih dalam memelihara kehidupan damai. Ia meyakini, setiap warga negara Indonesia mempunyai cita-cita untuk hidup damai dan sejahtera. Namun, Kebhinekaan yang sejatinya berkah bagi bangsa Indonesia dibarengi pula dengan potensi konflik. Konflik berpotensi meningkat karena adanya pandemi Covid-19.
"Karena itu Kementerian Sosial RI bersama dengan korps relawan mewakili semangat, tekad, dan kerja keras dalam menjaga keserasian sosial dalam memelihara persatuan dan kesatuan," ucapnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki hampir 1.500 suku bangsa yang tersebar di 17 ribu pulau. Hal ini merupakan kekayaan yang harus dijaga bersama dengan toleransi, saling menghargai dan menghormati agar dapat hidup damai berdampingan.
Ia mengatakan,cita-cita perdamaian tersebut bukan tanpa tantangan. Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Nasional mencatat, pada 2018–2019 terjadi 71 peristiwa konflik sosial di berbagai provinsi. Sebagian besar konflik itu dilatarbelakangi oleh persoalan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Data statistik potensi desa (Podes) 2018 menunjukkan hampir 3.150 atau 3,75 persen dari total 84 ribu desa di Indonesia rawan konflik sosial dan menjadi ajang perkelahian massal. Pada sisi lain, kata Mensos, pengalaman membuktikan keberhasilan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para relawan lainnya untuk memelihara nilai-nilai kearifan lokal, menyelesaikan konflik sosial, dan mewujudkan kembali keserasian sosial.