Senin 07 Dec 2020 11:29 WIB

Muhammadiyah: Hukuman Mati Koruptor Bansos tak Langgar HAM

Penjatuhan hukuman mati dilakukan dengan adil, jujur, dan tidak diskriminatif.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Esthi Maharani
Menteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020).  KPK menahan Mensos Juliari P Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos.
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA
Menteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan Mensos Juliari P Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah (MHH PPM) Trisno Raharjo menilai, hukuman mati bagi koruptor bantuan sosial (bansos) di masa bencana tak melanggar HAM. Asalkan penjatuhan hukuman mati dilakukan dengan adil, jujur, dan tidak diskriminatif.

“Dalam pandangan saya, KPK apabila setuju dan serius maka tidak boleh tanggung-tanggung dalam menegakkan hukum. Hukuman mati bagi koruptor bansos masih relevan bagi Muhammadiyah,” kata Trisno dalam diskusi virtual, Senin (7/12).

Dia menjelaskan, hukuman mati di Indonesia memang masih dianggap sebagai suatu hal yang kontroversial. Dalihnya adalah karena penjatuhan hukuman mati melanggar HAM dan tidak bisa dibenarkan. Namun demikian Trisno menjelaskan, bentuk pelanggaran hukum pidana di Indonesia merupakan bentuk pelanggaran HAM yang hakiki.

Adapun, lanjutnya, dalam sistem pemidanaan maka penegak hukumnya tidak disebut sebagai pelanggar HAM. Maka pihaknya menjabarkan bahwa Muhammadiyah tidak menganggap hukuman mati bagi koruptor adalah tindakan yang keliru asal dilakukan dengan adil dan komprehensif.

“Hukuman mati masih relevan bagi koruptor, ini juga sekaligus menjadi bukti penegakkan hukum yang baik di Indonesia,” ujarnya.

Dia menambahkan, korupsi bansos di masa pandemi merupakan pelanggaran nyata terhadap HAM. Apalagi, bencana pandemi Covid-19 merupakan bencana yang masanya panjang dan berstatus sebagai bencana nasional bahkan global.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement