REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Firdaus Ali menilai banjir di Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (3/12) malam karena kondisi tata ruang, tata kelola sumber daya air dan sistem drainase yang buruk.
"Contohnya saja ketika hujan sudah berhenti, sungai juga masih bisa menampung debit air, tetapi air yang merendam pemukiman belum juga surut. Ini menunjukkan bahwa sistem drainasenya jelek," kata Firdaus.
Menurut Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Manajemen Sumber Daya Air itu, penataan jaringan drainase Kota Medan yang merupakan tanggung jawab pemerintah kota, sudah sangat mendesak dan harus diprioritaskan untuk melindungi warga dari ancaman banjir dan genangan.
"Ini tata dan pola pemanfaatan ruang Kota Medan salah implementasi. Pemerintah kota harus betul-betul serius dan kerja keras membenahinya, jangan lagi menunggu bencana datang lagi baru kemudian saling menyalahkan," katanya.
Menurut dia, Pemkot Medan harus proaktif melakukan pendekatan dan koordinasi dengan pemda sekitar (Kabupaten Deli Serdang, Kab Karo dan Simalungun) yang merupakan daerah hulu dari 9 sungai yang melewati Kota Medan.
Tidak kalah penting adalah kemampuan melobi dan meyakinkan pemerintah pusat untuk memberikan bantuan teknis karena kemampuan fiskal Pemkot Medan sangat terbatas untuk bisa mengatasi masalah banjir di kota ketiga terbesar di Indonesia ini.
Selain tata ruang dan sistem drainase, kata dia, banjir di Kota Medan akibat belum selesainya pembangunan Bendungan Lau Simeme yang berlokasi di Desa Kuala Dekah, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang.
Menurut Firdaus yang juga merupakan Wakil Presiden Dewan Air Asia ini, Bendungan Lau Simeme ini merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tata kelola air, khususnya banjir di Kota Medan. Karena bendungan yang didisain memiliki kapasitas tampung 22 juta meter kubik yang jika selesai bisa mengurangi 60 persen beban air limpasan (banjir) yang selama ini selalu mengancam Kota Medan.
"Bendungan Lau Simeme ini merupakan solusi yang disiapkan oleh Pemerintah Pusat. Namun, hingga saat ini realisasi pembangunannya baru sekitar 20 persen disebabkan oleh masalah pembebasan lahan/tanah yang merupakan kewajiban/tanggung jawab pemerintah daerah. Padahal kalau bendungan ini selesai, 60 persen beban banjir di Medan bisa kita atasi," kata pakar tata kelola air perkotaan dari Universitas Indonesia ini.
Banjir merendam rumah yang didiami 1.983 KK atau 5.965 jiwa yang tersebar di tujuh kecamatan di Kota Medan, Sumatera Utara sejak Jumat dini hingga Ahad belum juga surut.
Adapun tujuh kecamatan terendam banjir yakni Kecamatan Medan Maimun, Medan Johor, Medan Selayang, Medan Tuntungan, Medan Baru, Medan Petisah dan Medan Polonia.
Banjir disebabkan oleh hujan deras yang mengguyur sejak Kamis. Kondisi tersebut diperparah dengan meluapnya air dari sejumlah sungai yang berada di Kota Medan.