Senin 07 Dec 2020 20:41 WIB

Polisi Hong Kong Tangkap Demonstran Damai

Polisi menangkap bebera di antaranya dengan UU Keamanan Nasional.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas polisi menghentikan pengunjuk rasa di belakang penjagaan selama unjuk rasa yang dilarang pada Hari Nasional China di Hong Kong, China, 01 Oktober 2020.
Foto: EPA-EFE/JEROME FAVRE
Petugas polisi menghentikan pengunjuk rasa di belakang penjagaan selama unjuk rasa yang dilarang pada Hari Nasional China di Hong Kong, China, 01 Oktober 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Kepolisian Hong Kong menyatakan, Senin (7/12), sebanyak delapan orang telah ditangkap atas protes di sebuah universitas bulan lalu, Senin (7/12). Dari delapan yang ditangkap, terdapat tiga orang dicurigai melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional.

Polisi mengatakan delapan pria berusia antara 16 dan 34 tahun ditangkap karena berkumpul secara ilegal di Chinese University of Hong Kong (CUHK). Sebanyak tiga orang bukan mahasiswa universitas ditangkap atas dugaan menghasut pemisahan diri.

"Kami hanya menangkap mereka yang meneriakkan slogan dan mengibarkan bendera (yang) melibatkan beberapa masalah keamanan nasional," kata Pengawas Senior Departemen Keamanan Nasional kepolisian, Steve Li, merujuk pada slogan yang dianggap pro-independen.

Sekitar 90 alumni mahasiswa mengenakan jubah hitam, topeng Guy Fawkes, dan membawa balon hitam, menggelar protes damai bulan lalu di kampus. Mereka membawa spanduk anti-pemerintah dan meneriakkan slogan-slogan demokrasi.

Petugas dari departemen keamanan nasional pergi ke kampus untuk mencari bukti setelah universitas menghubungi pihak berwenang.

Pada penyerahan Hong Kong ke Beijing oleh Inggris pada 1997, kota itu dijamin memiliki kebebasan yang luas di bawah formula "satu negara, dua sistem" selama 50 tahun. Namun, para aktivis demokrasi dan kritikus pemerintah khawatir kebebasan itu terkikis lebih cepat.

Dalam beberapa pekan terakhir, Hong Kong telah memecat anggota parlemen oposisi, memenjarakan aktivis terkenal termasuk Joshua Wong, dan menolak jaminan kepada taipan media Jimmy Lai, yang sering memberikan kritik keras ke Beijing dan memiliki tabloid anti-pemerintah, Apple Daily.

Tekanan terhadap oposisi telah dikecam secara luas oleh Barat dan kelompok hak asasi manusia. Pihak berwenang menggunakan undang-undang keamanan untuk menghancurkan kebebasan. Sementara pejabat Beijing dan Hong Kong menyangkal klaim itu dan mengatakan aturan itu diperlukan untuk membawa stabilitas ke pusat keuangan global setelah protes anti-pemerintah selama setahun terakhir.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement