REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Flori Sidebang, Zainur Mahsir Ramadhan
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan jumlah testing yang dilakukan di Indonesia saat ini semakin meningkat. Pada pekan pertama Desember 2020, jumlah testing bahkan sudah mendekati target WHO yakni mencapai 96,35 persen.
Kendati demikian, peningkatan testing ini juga diikuti tren peningkatan kasus positif yang semakin memburuk. Seharusnya, kata Wiku, jumlah testing yang tinggi tidak diikuti angka peningkatan kasus positif.
“Artinya, tingkat penularan (Covid-19) makin tidak terkendali,” ujar Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (8/12).
Wiku pun meminta kerja sama serius seluruh pihak dan juga masyarakat. Sehingga kerja keras yang dilakukan selama ini tak sia-sia. Lebih lanjut, ia juga meminta daerah agar segera berkoordinasi dengan Satgas Pusat jika kekurangan obat-obatan, reagen, maupun APD.
“Pastikan kebutuhan logistik ini mencukupi sehingga tidak menghambat penanganan yang dilakukan kepada pasien Covid-19 di seluruh fasilitas kesehatan,” tambah Wiku.
Satgas juga menyampaikan perkembangan harian kasus Covid-19. Pada hari ini, Satgas mencatat kasus baru yang sebesar 5.292 dengan jumlah kasus aktif mencapai 85.345 atau 14,5 persen. Kasus aktif di Indonesia ini tercatat lebih rendah dari kasus aktif di dunia yang sebesar 28,47 persen.
Sedangkan jumlah kasus sembuh kumulatif hingga hari ini mencapai 483.497 atau 82,3 persen. Angka ini pun masih lebih tinggi dari kasus sembuh dunia yang sebesar 69,24 persen. Dan untuk jumlah kasus meninggal hingga hari ini telah mencapai 18.000 atau 3,06 persen, di mana kasus meninggal dunia sebesar 2,28 persen.
Dari penambahan kasus positif pada hari ini, Provinsi DKI Jakarta masih menyumbang tertinggi kasus positif yang sebanyak 1.194 orang. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat, hingga kini, keterisian tempat tidur isolasi di Ibu Kota mencapai 79 persen dengan total pasien sebanyak 4.979 orang.
Jumlah itu diketahui berdasarkan data pada 6 Desember 2020. Adapun Pemprov DKI Jakarta menyiapkan tempat tidur isolasi Covid-19 sebanyak 6.318 unit yang berada pada 98 rumah sakit (RS) di Ibu Kota.
"Presentase keterisiannya sebesar 79 persen dengan total pasien isolasi sebanyak 4.979 orang," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia dalam keterangan resmi tertulisnya, Selasa (8/12).
Sementara itu, sambung Dwi, total tempat tidur ICU sebanyak 872 unit dengan persentase keterisian sebesar 72 persen. Sehingga, total pasien di ICU sebanyak 630 orang.
Di sisi lain, Dwi mengungkapkan, penambahan kasus positif di Jakarta per Selasa (8/12) sebanyak 1.174 kasus. Sehingga, kumulatif kasus positif Covid-19 di Ibu Kota yang terkonfirmasi sampai hari ini menjadi 146.601 kasus.
Berdasarkan jumlah tersebut, diketahui 132.248 orang telah dinyatakan sembuh dengan tingkat kesembuhan mencapai 90,2 persen. "Total 2.842 orang meninggal dunia dengan tingkat kematian sebesar 1,9 persen, sedangkan tingkat kematian Indonesia sebesar 3,1 persen," ujarnya.
Adapun Dwi menuturkan, saat ini jumlah kasus aktif di Jakarta turun sebanyak 22 kasus. Sehingga jumlah orang yang masih dirawat atau menjalani isolasi mandiri kini menjadi 11.511 orang.
Tetap disiplin 3M
Satgas Penanganan Covid-19 mengajak masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M. Sebab virus corona jenis baru itu masih memerlukan waktu lama untuk hilang, meski vaksin telah tersedia untuk kelompok paling berisiko.
"Jadi kita tetap harus bisa hidup dengan cara disiplin 3M, yaitu menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan air mengalir," kata Kasubbid Tracing Satgas Covid-19 Kusmedi Priharto SpOT Mkes dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Selasa.
Kusemedi mengatakan, bahwa menurut Badan Kesehatan Dunia/WHO, virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19, tidak akan hilang dalam waktu dekat. Virus masih akan berada di lingkungan sekitar dan berpotensi untuk terus melakukan mutasi. Sehingga, virulen-virulen lain akan bisa muncul sesudah kondisi-kondisi tertentu yang membuat bentuk virus yang lainnya.
Kusmedi mengingatkan, masyarakat bahwa virus SARS-CoV-2 akan bisa masuk ke dalam tubuh melalui mata, lubang hidung dan mulut melalui tangan yang mengusap area-area tersebut setelah sebelumnya memegangi benda-benda yang telah terinfeksi.
"Sehingga dia menempel ke sana, masuk ke dalam tubuh kita melalui pernapasan, kemudian masuk ke dalam paru-paru," katanya.
Oleh karena itu, untuk mencegah kemungkinan masuknya virus ke dalam tubuh, ia mengimbau masyarakat untuk sering mencuci tangan dengan sabun di bawah air yang mengalir atau juga memakai sabun penyanitasi tangan. Kemudian, untuk mencegah penularan melalui percikan dari mulut atau hidung penderita pada saat orang itu batuk atau bersin, masyarakat juga diimbau untuk memakai masker dan juga menjaga jarak minimal 1,5 meter.
Sekitar 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 memang telah didatangkan ke Indonesia, tetapi untuk saat ini vaksin-vaksin tersebut akan diprioritaskan untuk orang-orang yang paling berisiko tertular, yaitu para tenaga medis. Untuk itu, meski telah ada vaksin, masyarakat masih tetap harus disiplin menerapkan protokol 3M karena kondisi saat ini masih mengharuskan masyarakat untuk hidup berdampingan dengan pandemi tersebut.
Ahli Epidemiolog UI dr. Pandu Riono meragukan kedatangan vaksin Covid-19 ke Indonesia. Menurutnya, belumada kejelasan mengenai bagaimana efektivitas vaksin Sinovac hingga saat ini, selain dari, membeberkan alasan mengapa memilih vaksin itu di Indonesia ke publik.
"Apa jelas dibeberkan kenapa memilih Sinovac ke publik? Kan enggak,’’ ujar dia ketika dikonfirmasi Senin (7/12).
Dirinya menambahkan, hingga saat ini Sinovac juga masih tertinggal mengenai efektivitasnya. Klaim itu, didasarkan pada minimnya studi menyoal vaksin tersebut dibanding perusahaan lain yang marak menerbitkan jurnalnya. Tidak adanya publikasi mengenai Sinovac ia nilai wajar, mengingat penelitiannya yang memang sebenarnya belum usai.
Dia menyarankan agar pemerintah dan warga kembali pada metode dasar terlebih dahulu. Alih-alih dari mengutamakan dan mengharapkan vaksin yang belum jelas asal usulnya.
"Vaksinasi itu kan pencegahan sekunder. Sedangkan, primernya tetap harus diperkuat yang 3M," katanya.
Dia menegaskan, upaya itu menjadi tanggung jawab bersama. Selain dari pemerintah yang disebutnya harus menguatkan 3T.
"Tanggung jawab pemerintah yang masih ambyar dan tidak serius itu 3T. Pemerintah seakan loncat ke vaksin, di saat 3T belum kuat,’’ ungkap dia.