REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mungkin kita pernah menemukan tempat pemancingan ikan yang kerap mengadakan lomba mancing bagi orang-orang yang hobi atau siapa pun itu. Mereka yang ingin menjadi peserta lomba harus membayar terlebih dulu, misalnya Rp 10 ribu, sebagai biaya tiket masuk.
Siapa yang mendapat ikan paling banyak dari kolam pemancingan itu, maka dialah yang menang. Lalu, ikan hasil pancingan itu ditimbang, kemudian dibayar dengan uang hasil patungan dari para peserta. Si pemenang pun pulang dengan membawa ikan hasil pancingannya.
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat, menjelaskan, ada empat prinsip judi. Pertama, minimal ada dua pihak yang jadi peserta perjudian. Jika hanya ada satu pihak, tentu tidak bisa disebut perjudian.
"Dalam kasus ini, lomba mancing telah memenuhi syarat pertama sebuah perjudian, yaitu ada banyak peserta yang ikut lomba," kata dia sebagaimana dilansir dari laman Rumah Fiqih Indonesia.
Prinsip kedua, ada pertaruhan harta dari semua peserta. Karena itu, Ustaz Ahmad mengatakan, lomba mancing menjadi arena perjudian kalau ada pertaruhan harta dari semua peserta. Jika tidak ada harta yang dipertaruhkan dari peserta, maka jelas bukan perjudian.
Dalam kasus lomba mancing ini, Ustaz Ahmad memaparkan, jika biaya Rp 10 ribu merupakan syarat untuk menjadi peserta lomba di sebuah kolam pancing yang digunakan secara khusus untuk penyelenggaraan lomba mancing, maka uang Rp 10 ribu dapat dianggap sebagai uang pertaruhan.
Prinsip ketiga, yaitu ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. "Dalam kasus mancing ini sudah dipastikan ada yang menang, yaitu yang dapat ikan paling banyak atau paling berat. Sedangkan yang kalah adalah semua peserta yang ada, selain pemenang," jelasnya.
Prinsip keempat, pihak yang menang mengambil harta pihak yang kalah. Bila uang Rp 10 ribu yang telah disebutkan itu diberikan kepada pemenang, maka lomba mancing tersebut jelas merupakan judi yang diharamkan Allah SWT.
Dalam konteks lomba mancing tersebut, disampaikan peserta yang kalah harus patungan untuk membayar kekalahannya, lalu uangnya diserahkan kepada yang menang. "Dalam hal ini, kolam pancing itu menyelenggarakan perjudian yang mutlak, tanpa ragu-ragu lagi kita tetapkan ini adalah lomba mancing yang haram," kata Ustadz Ahmad.