REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyusun RPP yang menjadi turunan UU Cipta Kerja. Salah satunya adalah dalam sektor kawasan perekonomian, perizinan dan kepabeanan terdapat 2 RPP yang sedang disusun.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo menjelaskan dua RPP tersebut adalah RPP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan RPP Kawasan Ekonomi Khusus. RPP tersebut merupakan bagian dari 44 peraturan pelaksana yang terdiri dari 40 RPP dan 4 RPerpres.
Ia mengatakan Indonesia mengalami tantangan ekonomi berupa ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara kawasan barat dan timur Indonesia. Lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) nasional disumbang oleh Pulau Jawa yaitu sekitar 59 persen, disusul Sumatera 22,7 persen dan sisanya wilayah lain yang hanya menyumbang 18,3 persen dari PDB nasional.
“Isu inilah yang mendorong pengembangan model Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada 2009. Model KEK mendorong partisipasi sektor swasta dan memberikan kebebasan dalam menentukan kegiatan usaha. Dalam pelaksanaannya, pemerintah akan memberikan fasilitas dan insentif bagi investor di KEK,” ungkap Wahyu, Ahad (13/12).
Tahapan penyelenggaraan KEK terdiri dari 5 tahap, yakni. Kelima tahap itu adalah pengusulan KEK, penetapan KEK, pembangunan KEK, pengelolaan/pengoperasian KEK, dan evaluasi pengelolaan/pengoperasian KEK.
Sementara, pembentukan KEK ditetapkan oleh Presiden dengan skema Pengusulan Pembentukan KEK dapat berasal dari Badan Usaha, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Saat ini tercatat ada 15 KEK di Indonesia, yang terdiri dari 11 KEK yang sudah beroperasi dan 4 KEK dalam tahap pembangunan. Pada 2020, nilai investasi yang tercatat di KEK sebesar Rp 69,87 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 15.226 orang.
“Diharapkan pada 2025 nilai investasi meningkat menjadi Rp 725,42 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 672.173 orang,” ujarnya.
Dalam upaya mencapai target peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja di tahun 2025, maka arah pengembangan KEK ke depan adalah untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, mempercepat terwujudnya Industri 4.0, mengembangkan wilayah yang belum berkembang, mempercepat pengembangan sektor jasa/tersier, dan memperbaiki neraca perdagangan.
Lalu, dengan adanya RPP KEK akan memberikan kemudahan dalam hal pelayanan perizinan dan nonperizinan. Di antaranya perizinan berusaha dan perizinan lainnya dilaksanakan oleh Administrator berdasarkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), Administrator dapat melaksanakan Pelayanan Mandiri Kepabeanan, dan Tidak diperlukan lagi Izin Usaha Kawasan Industri bagi Kawasan yang sudah ditetapkan sebagai KEK.
Selain itu, diatur pula terkait insentif dan kemudahan di KEK. Pertama, pengembangan sistem elektronik terintegrasi secara nasional, kemudkan emberian fasilitas tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM untuk Jasa Kena Pajak dan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Bagi KEK nonindustri dapat melakukan impor barang konsumsi. Pemerintah Daerah wajib memberikan dukungan termasuk insentif daerah. Dan, Dewan Nasional dapat menetapkan tambahan fasilitas dan kemudahan lain.
Selain itu, juga diatur mengenai perluasan kegiatan di KEK mencakup jasa pendidikan dan kesehatan; pengusulan KEK oleh badan usaha swasta harus sudah menguasai lahan minimal 50 persen; dan berlakunya insentif ketenagakerjaan yang diatur dalam PP.
RPP berikutnya dalam klaster Kawasan Ekonomi adalah RPP tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Ini bertujuan meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, serta memperluas lapangan kerja di KPBPB, yang diharapkan mampu mereformasi dan menghilangkan hambatan dalam penyelenggaraannya selama ini, seperti dalam hal isu kelembagaan Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan (BP), birokrasi kewenangan BP terutama dalam bidang perizinan; dan pengaturan fasilitas fiskal yang ada di KPBPB.
“RPP KPBPB tidak hanya melingkupi KPBPB Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) tetapi juga melingkupi KPBPB Sabang, terutama dalam hal kewenangan perizinan, aturan pemasukan dan pengeluaran barang, serta insentif,” kata Wahyu.
RPP KPBPB akan terdiri dari 11 Bab dan 68 pasal yang memuat beberapa hal penting dalam mereformasi KPBPB yakni tentang Dewan Kawasan; Badan Pengusahaan; Perizinan; Ketentuan larangan dan pembatasan; Pemasukan dan Pengeluaran; Insentif; dan Integrasi Pengelolaan Kawasan BBK. Berbagai fasilitas dan kemudahan untuk KPBPB yang secara khusus termuat dalam UU Cipta Kerja, baik itu dalam pelayanan perizinan berusaha maupun insentif dan kemudahan berusaha di KPBPB.
Ini meliputi penegasan kewenangan BP dalam mengeluarkan perizinan berusaha dan perizinan lainnya, ketentuan perizinan berusaha akan mengikuti peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan perizinan berusaha berbasis resiko dan tata cara pengawasan, dan fasilitas fiskal seperti pembebasan bea masuk, PPN, dan PPnBM. Kemudian, fasilitas pembebasan cukai untuk barang non-konsumsi yang sesuai dengan ketentuan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai, dan Pengembangan sistem perizinan elektronik terintegrasi secara nasional yang dikeluarkan berdasarkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) berbasis sistem elektronik.