Oleh : Nuraini*
REPUBLIKA.CO.ID, Jelang 2020 berakhir, dunia memiliki satu pekerjaan utama agar mampu pulih dari pandemi Covid-19: vaksinasi. Vaksin Covid-19 menjadi harapan terakhir bagi negara-negara di dunia setelah berbagai upaya dari karantina wilayah (lockdown) hingga pelaksanaan protokol kesehatan dilakukan sepanjang tahun ini. Akan tetapi, vaksinasi bukan pekerjaan mudah. Apalagi bagi negara miskin.
Penyediaan vaksin Covid-19 tidak gratis. Negara-negara di dunia kini berlomba untuk memesan vaksin Covid-19 dari berbagai pabrik farmasi. Meski hingga Desember 2020, kandidat vaksin Covid-19 masih dalam tahap uji coba atau sebatas memperoleh izin penggunaan darurat, tetapi negara-negara kaya telah memborong pesanan pasokan.
Laporan yang diterbitkan The People's Vaccine Alliance, negara-negara kaya memborong vaksin Covid-19 hingga tiga kali lipat populasinya. Kondisi itu membuat 67 negara yang tergolong miskin hanya dapat memvaksin satu dari 10 warganya. Padahal, lima dari 67 negara miskin itu (Kenya, Myanmar, Nigeria, Pakistan, dan Ukraina) telah memiliki 1,5 juta kasus Covid-19. Sementara, negara kaya yang hanya memiliki 14 persen dari populasi dunia mengumpulkan 53 persen stok vaksin Covid-19.
Berdasarkan data Oxfam yang dikutip Aljazirah, Kanada membeli vaksin Covid-19 dengan dosis cukup untuk memvaksinasi penduduknya sebanyak lima kali. Sementara, Korea Selatan sudah membeli vaksin untuk hampir 88 persen penduduk. Jumlah itu jauh dibandingkan Filipina, yang digolongkan sebagai negara berkembang, baru mendapatkan 2,6 juta dosis vaksin yang hanya cukup untuk 1,3 juta orang dari total 100 juta penduduk.
Bagi Palestina, negara miskin yang menghadapi blokade Israel, urusan menyediakan pasokan vaksin untuk penduduknya semakin rumit. Otoritas Palestina hanya bisa berharap penyediaan vaksin dari bantuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui kemitraan dengan organisasi kemanusiaan COVAX. Dilansir DailySabah, jika program itu berhasil, Palestina hanya bisa menyediakan vaksin Covid-19 bagi 20 persen penduduknya. Keseluruhan program itu juga hanya bisa menyediakan 2 miliar dosis vaksin yang dibeli tahun depan. Sementara, negara kaya sudah membuat cadangan vaksin hingga 9 miliar-12 miliar dosis vaksin.
Dalam kondisi pandemi yang masih tidak menentu, ditambah munculnya varian baru Covid-19 di Inggris, vaksin seharusnya menjadi barang publik yang bisa diakses secara gratis. Meski sebagai penduduk Indonesia, kita patut bersyukur dengan niat baik pemerintah memberi vaksin Covid-19 gratis, tetapi persoalan pandemi tidak dapat berhenti hanya pada satu negara. Seluruh penduduk dunia berhak mendapatkan vaksin Covid-19 secara gratis.
Bagaimana menyediakan vaksin bagi dunia? Kerja sama multilateral dapat menjadi salah satunya. Langkah itu harus diambil kecuali, seluruh negara kaya di dunia juga menjadi dermawan. Salah satu contohnya adalah Selandia Baru yang mengumumkan akan menyediakan vaksin Covid-19 yang cukup tidak hanya bagi 5 juta penduduknya, tetapi juga penduduk negara-negara kepulauan di sekitar negaranya yaitu Tokelau, Cook Island, Niue, Samoa, Tonga, dan Tuvalu jika dibutuhkan.
Virus Covid-19 menyebar dengan cepat, tanpa memandang negara kaya atau miskin. Seperti itu pula yang perlu dilakukan dalam penyebaran vaksin Covid-19, semua negara berhak mendapatkannya dengan terjangkau. Jika ingin pandemi ini segera berakhir, tidak ada pilihan selain antarnegara baik kaya atau miskin bergandeng tangan dalam penanggulangan. Dunia diuji untuk bersama menghadapi pandemi Covid-19 dan saat harapan untuk pulih semakin dekat dengan vaksin, maka saatnya pula negara di dunia bergandengan tangan untuk pemulihan.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id