REPUBLIKA.CO.ID,ALIGARH--Perdana Menteri India Narendra Modi memberikan selamat kepada Universitas Muslim Aligarh (AMU) atas usianya yang genap 100 tahun. Universitas yang berdiri pada 1920 ini merupakan universitas Islam tertua di India, negara dengan penduduk minoritas Muslim.
Kehadiran Modi dalam acara milad universitas minoritas di negara bagian Uttar Pradesh ini merupakan pertama kalinya dalam 56 tahun terakhir, dimana Perdana Menteri India datang dan berbicara kepada para mahasiswa. Meski begitu, pidato Modi justru menuai kontroversi di kalangan mahasiswa dan pengajar universitas.
Ghazala Ahmed, anggota serikat mahasiswa AMU, berkata, "Kami tidak menyambut Narendra Modi. Selama enam tahun terakhir, berkali-kali, pemerintah Modi telah membuat Muslim di negara itu merasa seperti warga negara kelas dua, baik dengan memperkenalkan Undang-Undang Amandemen Warga (CAA) atau menerapkan Daftar Warga Nasional (NRC)."
Ahmed mengklaim pemerintah Modi mencoba mencabut status minoritas universitas. Menurutnya, pemerintah yang dipimpin BJP di negara bagian (Yogi Adityanath) telah mempertanyakan status minoritas universitas itu. "Bagaimana kita bisa menyambut orang seperti itu yang mencoba untuk mengambil hak universitas kita?" ujarnya.
Pada 2016, pemerintah Modi di pengadilan tertinggi negara itu menyatakan minatnya untuk menghapus status minoritas AMU. Namun, usulan itu mendapat perlawanan massa dan pemerintah menarik usulnya.
“Tahun lalu, pemerintah yang sama menggunakan kekerasan terhadap kami pada protes CAA. Bagaimana kita bisa menyambutnya?” sambung Ahmed, merujuk pada 11 Desember tahun lalu ketika parlemen India mengeluarkan undang-undang kontroversial yang memberikan hak kepada migran dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan untuk mengajukan kewarganegaraan India selama mereka bukan Muslim.
Persatuan mahasiswa telah mengeluarkan pernyataan yang menolak kunjungan virtual Perdana Menteri India Modi untuk perayaan seratus tahun kampus mereka. Tidak hanya siswa tetapi laporan media juga menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen staf pengajar memboikot pidato Modi.
“Saat ini, para minoritas berada dalam krisis, baik itu petani, pelajar atau Muslim. Pemerintah yang berkuasa bertanggung jawab untuk ini. Ketika (Modi) tidak dapat mengatasi masalah yang terkait dengan minoritas, apa perlunya berbicara di lembaga minoritas?” ujar Talha Mannan dari departemen Pendidikan.
Sejarawan dan guru besar emeritus AMU Irfan Habib mengatakan bahwa pidato PM kepada universitas tersebut tidak melahirkan kebanggaan apapun. "Tidak ada alasan bagi AMU untuk membanggakan partisipasi PM. Dia merepresentasikan budaya India dengan cara yang salah. AMU adalah untuk para sarjana dan bukan untuk mereka yang percaya pada budaya memecah belah mereka sendiri," ujar profesor AMU berusia 89 tahun itu dalam pernyataannya.
Setelah deklarasi protes mahasiswa, petugas polisi senior kota mengatakan pemerintah akan mengawasi di media sosial AMU dan menempatkan pasukan keamanan di sekitar kampus AMU.