REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fauzan Muhammadi, Dosen Fakultas Hukum UAD, Yogyakarta
JAKARTA -- “Perempoean dan lelaki Islam itoe masing-masing berhak bermadjoean dan berkesempoernaan, dan bahwa semua jang dikata kemadjoean itoe ijalah menoeroet hak batas-batasnja sendiri-sendiri”.
Deradjat Perempoean menjadi gema pidato luar biasa di masanya. Orasi voordracht yang tidak biasa ini tersampaikan tepat pada Kongres Perempuan yang pertama di Indonesia pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Kontroversi cukup berani di satu sisi, namun sebuah ideologi religi atraktif di sisi lainnya. Mengapa cukup berani? Karena penggalan isi pidato mengurai pembelaan hukum perkawinan Islam, utamanya permasahan poligami.