Jumat 25 Dec 2020 18:45 WIB

Soal Afirmasi Syiah dan Ahmadiyah, Ini Respons Waketum MUI

Waketum MUI menanggapi soal afirmasi Syiah dan Ahmadiyah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Soal Afirmasi Syiah dan Ahmadiyah, Ini Respons Waketum MUI. Foto: Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Soal Afirmasi Syiah dan Ahmadiyah, Ini Respons Waketum MUI. Foto: Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Majalis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menanggapi pernyataan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas yang akan mengafirmasi hak beragama kelompok Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.

“Sehubungan dengan adanya rencana dari Menag yang baru untuk mengafirmasi Syiah dan Ahmadiyah, saya mengmbau Menag untuk berhati-hati,” ujar Anwar melalui video yang dikirimkan kepada Republika, Jum’at (25/12).

Baca Juga

Karena, lanjutnya, masalah Syiah dan Ahmadiyah tersebut merupakan masalah yang menyangkut teologis, dan masalah yang akan banyak dibicarakan bukanlah masalah furuiyah tapi masalah fundamental yang menyangkut masalah keimanan dan keyakinan.

Anwar bukanlah sosok yang antidialog. Dia pun mempersilahkan jika Menag mau menfasilitasi untuk berdialog dengan kelompok Syiah dan Ahmadiyah. Namun, sebelum berdialog Anwar menyarankan kepada Menag untuk menyamakan sikap dan pandangan dulu di kalangan umat Islam Sunni, yang menjadi mayoritas di Indonesia.

“Saran saya sebelum ada dialog antara Sunni dan Syiah di negeri ini atau antara Ahmadiyah dan umat Islam di negeri ini, ya menurut saya harus diusahakan dan diupayakan terlebih dahulu kesatuan sikap dan pandangan dari umat Islam terhadap Syiah, bagaimana Aswaja atau kelompok Sunni di Indonesia memandang Syiah,” jelasnya.

Karena, menurut dia, jika di kalangan internal umat Islam Sunni Indonesia belum satu pandangan justru akan menimbulkan ketegangan dan keributna yang luar biasa. Karena itu, menurut dia, Menag sebaiknya mengundang dulu tokoh-tokoh ormas Islam dan ulama kharismatik negeri ini untuk menyatukan sikap dan pandangan terhadap Syiah dan Ahmadiyah.

“Kesatuan sikap dan pandangna itulah yang akan dibawa ke dalam dialog,” ucapnya.

Dalam melihat Syiah sendiri, Anwar secara pribadi berpandangan bahwa Syiah memang ada di negeri ini ada bahkan menjadi mayoritas di beberapa negara di dunia, seperti di Iran dan Irak. Menurut dia, itu merupakan fakta yang tak dapat dihindarkan. Sementara itu, menurut dia, Sunni sampai hari ini juga telah menjadi mayoritas di Indonesia.

Menurut dia, dari dua aliran ini memang ada perbedaan-perbedaan fundamental, tapi keduanya sama-sama menyatakan sebagai kelompok Islam. Karena itu, dia menyarankan kepada kelompok Sunni untuk tidak terlalu agresif menyiarkan ajaran dan pahamnya di negeri yang mayoritas Syiah.  

“Juga sebaliknya di negara yang mayoritas Aswaja atau Sunni seperti di Indonesia ini, saya minta dan mengimbau supaya Syiah juga jangan terlalu agresif daloam menyebarkan paham-pahamnya,” katanya.

“Karena, kalau seandaiya hal itu terjadi, akan terjadi gesekan dan benturan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, dan itu jelas-jelas akan membaut situasi dan kondisi negeri kita tidak aman,” imbuhnya.

Sementara, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapat perlindungan hukum. Menteri Agama membantah dirinya pernah menyatakan akan memberikan perlindungan khusus kepada kelompok Syiah dan Ahmadiyah.

"Sekali lagi, sebagai warga negara, bukan jamaah Syiah dan Ahmadiyah, karena semua warga negara sama di mata hukum. Ini harus clear," ujar Gus Yaqut, sapaan akrabnya, Jumat (25/12).

Pernyataan ini sekaligus koreksi atas berita sebelumnya yang berjudul "Menteri Agama ingin afirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah".

 Menurut Gus Yaqut, ia sama sekali tidak pernah menyatakan akan memberikan perlindungan khusus kepada kelompok Syiah dan Ahmadiyah. "Tidak ada pernyataan saya melindungi organisasi atau kelompok Syiah dan Ahmadiyah. Sikap saya sebagai Menteri Agama melindungi mereka sebagai warga negara," tegasnya.

Selanjutnya terkait dengan soal toleransi antarumat beragama, Gus Yaqut mengatakan bahwa Kementerian Agama siap menjadi mediator jika ada kelompok tertentu bermasalah dengan dua kelompok tersebut.

"Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kemenag akan memfasilitasi," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement