Ahad 03 Jan 2021 01:00 WIB

Benarkah Larangan Sutra dan Emas untuk Pria Bersifat Mutlak?

Sejumlah hadits menyatakan larangan mutlak sutra dan emas untuk pria

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah hadits menyatakan larangan mutlak sutra untuk pria. Perhiasan emas (ilustrasi)
Sejumlah hadits menyatakan larangan mutlak sutra untuk pria. Perhiasan emas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Di zaman sekarang ini tidak sedikit seorang pria yang memakai emas maupun kain sutra. 

Sementara, dalam ajaran Islam banyak hadits-hadits yang melarang pria Muslim memakai perhiasan emas atau sutra. Misalnya dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud.

Baca Juga

عنْ أبي زُرَيْرٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ يَقُولُ: إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ ﷺ أَخَذَ حَرِيرًا، فَجَعَلَهُ فِي يَمِينِهِ، وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي

Dalam buku “ M Quriash Shihab Menjawab” dijelaskan, Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa beliau melihat Nabi Muhammad SAW mengambil sutra dan meletakkan di sebelah kanan dan emas di sebelah kiri beliau kemudian bersabda:  “Sesungguhnya kedua ini haram atas kaum pria umatku.” (HR Abu Dawud).

Menurut M Quraish, hadits semakna juga diriwayatkan at-Tirmidzi melalui sahabat Nabi yang lain, Abu Musa al-Asy’ari. Dari segi sanadnya, menurut M Quriash, hadits tersebut memiliki nilai yang cukup kuat, tetapi dari segi makna ada yang menilainya bertentangan dengan firman Allah SWT dalam QS  Al-A’raf [7]: 32 yang menyatakan: 

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ “Katakanlah (Wahai Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan siapa pula yang mengharamkan rezeki yang baik?”

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement