Senin 04 Jan 2021 14:36 WIB

Syahrul: Butuh 200 Hari Lipat Gandakan Produksi Kedelai

Peningkatan produksi kedelai sebagai solusi lonjakan harga impor.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pengerajin membuat tahu di Kelompok Industri Tahu dan Tempe Sentosa Adi, Gedongkiwo, Yogyakarta, Senin (4/1). Kenaikan harga kedelai dari Rp 7 ribu menjadi Rp 10 ribu per kilogram menjadi permasalahan pengerajin tahu. Saat ini pengerajin tetap membuat tahu dengan keuntungan sangat kecil atau bahkan cukup untuk berproduksi kembali.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pengerajin membuat tahu di Kelompok Industri Tahu dan Tempe Sentosa Adi, Gedongkiwo, Yogyakarta, Senin (4/1). Kenaikan harga kedelai dari Rp 7 ribu menjadi Rp 10 ribu per kilogram menjadi permasalahan pengerajin tahu. Saat ini pengerajin tetap membuat tahu dengan keuntungan sangat kecil atau bahkan cukup untuk berproduksi kembali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menuturkan, akan melakukan peningkatan produksi kedelai sebagai solusi lonjakan harga kedelai impor. Ia mengatakan, upaya peningkatan produksi itu akan dilakukan dalam dua kali musim.

"Ini membutuhkan 100 hari minimal kalau pertanaman. Kita dua kali 100 hari, ini bisa kita sikapi secara bertahap sambil menyiapkan agenda seperti apa memperisapkan ketersediaannya," kata Syahrul di Kantor Pusat Kementan, Senin (4/1).

Baca Juga

Kendati demikian, Syahrul belum dapat memastikan berapa peningkatan produksi lokal yang bisa dihasilkan tahun ini maupun seberapa besar kenaikannya dibanding produksi tahun lalu.

Mengutip data yang tersedia, produksi kedelai di Indonesia terakhir tahun 2018 diprediksi mencapai 982,5 ribu ton. Adapun rata-rata kebutuhan nasional per tahun berkisar 3 juta ton.

"Saya tidak mau bicara angka, tapi dengan langkah cepat Kementan hari ini bersama integrator dan pengembangan kedelai kita coba lipat gandakan (produksi)," ujarnya.

Ia mengatakan, harga kedelai impor secara global terpengaruh dari sumbernya di Amerika Serikat yang menjadi produsen. Hal itu berdampak kepada sejumlah negara importir, termasuk Indonesia. Alhasil, harga kedelai menjadi melonjak dan berdampak pada industri makanan, termasuk pengrajin tahu dan tempe. 

Menyikapi persoalan itu, Syahrul mengatakan telah bertemu dengan para pihak terkait sekaligus pemerintah daerah agar bisa mempersiapkan pasokan kedelai lokal lebih cepat.

"Saya akan sikapi di lapangan. Saya tidak mau janji dulu karena saya lagi kerja dan Insya Allah dari agenda-agenda yang kita siapkan hari ini mudah-mudahan bisa menjadi jawaban," kata Syahrul.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement