Selasa 05 Jan 2021 21:56 WIB

Media AS Enggan Sebut Pengebom Nashville Sebagai Teroris

Pelaku serangan bom di Nashville merupakan pria berkulit putih

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Sebuah kendaraan hancur dalam ledakan Hari Natal tetap berada di jalan Selasa, 29 Desember 2020, di Nashville, Tenn. Para pejabat telah menyebut Anthony Quinn Warner yang berusia 63 tahun sebagai orang di balik pemboman di mana dia terbunuh, tetapi motif tetap sulit dipahami.
Foto: AP Photo/Mark Humphrey
Sebuah kendaraan hancur dalam ledakan Hari Natal tetap berada di jalan Selasa, 29 Desember 2020, di Nashville, Tenn. Para pejabat telah menyebut Anthony Quinn Warner yang berusia 63 tahun sebagai orang di balik pemboman di mana dia terbunuh, tetapi motif tetap sulit dipahami.

REPUBLIKA.CO.ID, NASHVILLE -- Kasus serangan bom di Nashville, Amerika Serikat (AS) mengidentifikasikan pria berusia 63 tahun, Anthony Quinn Warner sebagai tersangka utama. Presiden AS Donald Trump membisu atas insiden itu. Liputan media pun enggan menyebut terorisme dalam insiden pada Hari Natal itu.

Warner tewas dalam melakukan aksi bom bunuh diri yang melukai tiga orang lainnya. Namun terlepas dari motif tindakan terorisme itu, Warner hanya disebut sebagai individu kulit putih tanpa menyebutkan teroris domestik maupun pelaku bom bunuh diri.

Baca Juga

Pada aksi demo Black Lives Matter, Trump memang membela kekuatan kulit putih dan mengecam demo tersebut. Setelah pengeboman bunuh diri di Nashville, presiden menahan diri untuk tidak berkomentar, meskipun sikapnya yang memanas dalam serangan serupa yang dilakukan oleh perwakilan kelompok etnis minoritas di waktu lalu.

Pemerintahan Trump menggunakan insiden serupa yang diduga dilakukan oleh para pengungsi untuk melegitimasi larangan seluruh populasi Muslim memasuki AS. Sebenarnya, itu bukan praktik baru bagi Washington, karena serangan 11 September digunakan untuk membenarkan penangkapan dan penahanan ilegal terhadap 762 Muslim Amerika, sementara Amerika menunjuk Pearl Harbor sebagai alasan untuk kamp interniran Jepang.

Situasinya sangat mirip dengan insiden Warner di Nashville. Setelah FBI mengidentifikasi Warner bertanggung jawab atas pengeboman tersebut, media terkemuka Amerika, termasuk The New York Times, menolak menyebut pria itu sebagai pelaku bom bunuh diri.

Padahal definisi itu lebih disukai digunakan dalam cerita yang berkaitan dengan Timur Tengah dan ketika orang non-kulit putih terlibat. Sebaliknya, tersangka pengeboman digambarkan sebagai "orang yang memicu ledakan Nashville," yang memicu reaksi keras di media sosial.

Sebuah koran lokal Quinn menyebut Warner sebagai "pengebom tunggal". Hal itu juga digunakan oleh New York Times.

Artikel berjudul A Quiet Life, a Thunderous Death, and a Nightmare That Shook Nashville di surat kabar menggambarkan Warner sebagai pria tua kesepian dan lajang yang mengaku telah didiagnosis menderita kanker. Dia yang memberikan mobil serta rumahnya sebelum melakukan pengeboman.

"Detail ini dapat mengungkap kesepian pengebom Nashville, menjelaskan tindakannya, dan membantah kesimpulan @waltshaub bahkan tanpa peringatan atau manifesto, meledakkan RV di kota membuat Anda menjadi teroris. Bagaimana menurut anda? Dan apakah penting disebut pengeboman?" tulis kontributor MSNBC dan mantan jaksa federal Jill Wine-Banks di Twitter, dikutip laman Daily Sabah, Selasa (5/1).

"Jika seorang pengebom bunuh diri dengan bom, bukankah Anda akan menyebut orang itu sebagai pengebom bunuh diri?," ujar editor Daily Beast, Molly Jong-fast.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement