Rabu 13 Jan 2021 07:58 WIB

Kemendag Jamin Kepastian Hukum demi Perlindungan Konsumen

Dari total 931 pengaduan konsumen, Kemendag berhasil menyelesaikan 93,12 persen

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), Kemendag RI, Veri Anggrijono (berbaju putih)  saat memimpin pemusnahan secara simbolis barang importasi hasil pemeriksaan dan pengawasan di luar kepabeanan (post border), di area parker Saloka Theme Park, Tuntang, kabupaten Semarang, Senin (9/9).
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), Kemendag RI, Veri Anggrijono (berbaju putih)  saat memimpin pemusnahan secara simbolis barang importasi hasil pemeriksaan dan pengawasan di luar kepabeanan (post border), di area parker Saloka Theme Park, Tuntang, kabupaten Semarang, Senin (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perdagangan  (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) menjamin adanya kepastian hukum, guna memberikan  perlindungan kepada seluruh konsumen Indonesia. Sepanjang 2020, tercatat sebanyak 931 pengaduan.

Direktur Jenderal PKTN Kemendag Veri Anggrijono mengatakan, jumlah tersebut menurun dibandingkan 2019 yang sebanyak 1.110 pengaduan, serta 2018 sebanyak 1.771 pengaduan. “Kemendag selalu berupaya melindungi konsumen Indonesia. Sebagaimana diketahui  bersama, salah satu komponen penting stabilitas perekonomian yakni menjaga konsumsi masyarakat," ujarnya melalui siaran pers, Selasa (12/1).

Maka, diperlukan dukungan pemerintah dalam menciptakan kepercayaan konsumen dalam bertransaksi. Menurutnya, dari total 931 pengaduan konsumen, Kemendag berhasil menyelesaikan 93,12 persen pengaduan atau sebanyak 863 kasus berhasil diselesaikan dan sebanyak 4 kasus ditolak karena bukan permasalahan konsumen akhir. 

Sedangkan yang masih dalam proses sebanyak 64 kasus. Jumlah pengaduan terbesar berasal dari niaga elektronik (niagal-el atau e-commerce) sebanyak 396 kasus. Peningkatan pengaduan konsumen di sektor niaga-el disebabkan beberapa faktor seperti dampak revolusi digital, meningkatnya aktivitas masyarakat di rumah dengan adanya kebijakan kerja dari rumah, dan semakin gencarnya promosi belanja daring (online) yang ditawarkan oleh beragam lokapasar (market place). 

Selain itu, ujarnya, pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga banyak yang beralih berdagang secara daring dan bergabung di lokapasar atau membangun toko daringnya sendiri.

Veri menjelaskan, ragam pengaduan niaga-el meliputi pembatalan pembelian tiket transportasi udara, pembelian barang yang tidak sesuai dengan yang ditampilkan pada iklan, barang yang dibeli tidak diterima oleh konsumen, barang rusak, pembatalan sepihak yang dilakukan oleh pelaku usaha, penipuan, waktu kedatangan barang tidak sesuai yang diperjanjikan, serta adanya kecurangan pada sistem lokapasar yang merugikan konsumen. 

Dari beragam pengaduan tersebut  di atas, sektor jasa transportasi paling mendominasi. “Selama 2020, Kemendag berhasil menyelesaikan sebanyak 355 kasus niaga-el. Sedangkan  sebanyak 41 kasus masih dalam proses penyelesaian. Bagi pelaku usaha daring yang terbukti melakukan penipuan, Kemendag telah melakukan penindakan berupa peringatan hingga pencabutan izin usaha,” tegas Veri.

Kasus pengaduan konsumen lainnya yang berhasil diselesaikan Kemendag melalui klarifikasi dan mediasi, tuturnya, seperti pada sektor perumahan dengan transaksi senilai Rp 612.450.716, pengembalian booking fee property sebesar Rp 5 juta, pengembalian uang muka pemesanan rumah pada  perusahaan pengembang sebesar Rp30,5 juta, dan penggantian kendaraan bermotor konsumen yang terbakar saat parkir senilai Rp 250,3 juta. 

Lalu pembelian kendaraan bermotor setelah uang muka 2 tahun baru mendapatkan kendaraan tersebut senilai Rp 495 juta, serta pengembalian tiket dari berbagai maskapai penerbangan atau pengembalian uang sebesar Rp 287.077.468, dan voucer sebesar Rp 103.325.797. “Kasus lain yang menonjol di masa pandemi ini yaitu tentang kenaikan tagihan listrik. Informasi yang kami terima, kenaikan tersebut disebabkan penggunaan listrik yang meningkat akibat kebijakan kerja di rumah dan pembelajaran daring," ujar dia. 

Hanya saja, kata Veri, sebagai bentuk upaya perlindungan konsumen terkait keakuratan alat ukur listrik. Maka KWH meter yang digunakan konsumen harus dilakukan tera ulang.  Sekilas tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dalam upaya menyelesaikan sengketa konsumen di daerah telah terbentuk 171 BPSK yang tersebar di 31 provinsi. Lembaga ini berperan dalam membantu konsumen yang mengalami kerugian dalam bertransaksi barang atau jasa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement