REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh mencatat seluas 5.000 hektare hutan lindung yang tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat sejak kurun lima tahun terakhir rusak. Kerusakan itu ditengarai akibat maraknya aktivitas tambang emas ilegal.
“Menurut perkiraan kami, ada sekitar 5.000 hektare lahan hutan di Aceh Barat yang rusak akibat aktivitas tambang emas secara ilegal,” kata Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur, Ahad (17/1).
Berdasarkan hitungan (estimasi) yang dilakukan lembaga penyelamat lingkungan hidup tersebut, satu unit alat berat jenis exaavator mampu melakukan penggalian lahan antara empat hingga lima hektare. Sementara jumlah alat berat yang saat ini diduga masih beroperasi di sejumlah lokasi tambang ilegal seperti di Kecamatan Sungai Mas, Panton Reue, Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat diperkirakan mencapai 100 unit setiap harinya.
“Kami menduga ada sekitar 100 unit alat berat yang aktif melakukan tambang ilegal di pedalaman Aceh Barat,” kata Muhammad Nur menambahkan.
Untuk itu, pihaknya berharap agar pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum di Kabupaten Aceh Barat agar segera menghentikan aktivitas penambangan ilegal tersebut untuk menyelamatkan lingkungan dan hutan lindung dari ancaman kerusakan.
Bentuk penertiban yang diinginkan Walhi Aceh, kata dia, artinya adanya penghentian secara total aktivitas tambang ilegal emas di kawasan hutan termasuk hutan lindung di Kabupaten Aceh Barat, sehingga aktivitas tersebut tidak lagi beroperasi sama sekali.
Di sisi lain, pihaknya juga mendesak kepada pemerintah daerah di Aceh yang memiliki potensi lahan pertambangan, agar segera menjalankan Instruksi Gubernur Aceh Nomor: 12/INSTR/2020 tentang Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Aceh tanggal 23 Desember 2020.
Ada pun salah satu poin penting dalam Instruksi Gubernur Aceh tersebut, kata Muhammad Nur, para bupati atau walikota se-Aceh agar memberikan rekomendasi perizinan berusaha yang berkaitan dengan pengelolaan mineral dan batu bara, di wilayah kabupaten/kota sesuai dengan pemanfaatan tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan wilayah hukum pertambangan.
Di dalam instrukksi tersebut, para bupati/walikota mempersiapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang berada di luar kawasan hutan untuk diusulkan penetapan dalam wilayah pertambangan sesuai peraturan perundang-undangan.
Serta Gubernur Aceh dalam instruksi dimaksud juga meminta kepada bupati/walikota se-Aceh agar melakukan tindakan tegas sesuai ketentuan perundang-undangan, terhadap kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang tidak memiliki izin/ilegal di wilayah yang menjadi kewenangannya.