REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak perubahan iklim semakin nyata dan menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia serta planet bumi. Kenaikan suhu bumi, cuaca ekstrem, dan semakin intensnya bencana hidrometeorologi, menjadi beberapa dampak dari perubahan iklim yang dirasakan manusia di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia.
Memerangi perubahan iklim tak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Dibutuhkan aksi bersama untuk memitigasi serta beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di sinilah lembaga filantropi memegang peranan krusial. Filantropi dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk bersama-sama merawat bumi demi mengatasi perubahan iklim.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,40 derajat Celsius di atas zaman pra industri. Angka ini nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement tahun 2015 bahwa dunia harus menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celsius.
Tahun ini, berbagai lembaga iklim di dunia telah merilis laporan bahwa dunia terus mencatatkan rekor suhu panas. Tahun 2024 bahkan diprediksi akan menjadi tahun terpanas, melampaui kondisi tahun lalu.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati belum lama ini menegaskan, rekor iklim yang terjadi bukanlah kejadian acak atau kebetulan. "Melainkan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan, yaitu perubahan iklim yang semakin nyata. Perlu langkah atau gerak bersama dari seluruh komponen masyarakat, tidak hanya pemerintah, untuk bersama-sama melakukan aksi mitigasi perubahan iklim," kata Dwikorita.
Kontribusi masyarakat dalam memerangi perubahan iklim memang sangat dibutuhkan. Apalagi, kemampuan pemerintah dalam mendanai program perubahan iklim masih terbatas.
Dalam kurun waktu 2020-2022, rata-rata alokasi anggaran dalam APBN untuk program perubahan iklim sekitar Rp 37,9 triliun. Menurut Bank Dunia, jumlah itu masih sangat kecil. Indonesia membutuhkan anggaran setidaknya sebesar Rp 266,3 triliun dalam setahun hingga 2030 untuk mencapai target-target iklim.
Meski keberadaan filantropi belum bisa menutup celah pendanaan yang begitu besar tersebut, tapi setidaknya filantropi dapat membantu pemerintah dalam merawat lingkungan.
Organisasi Wahana Lingkungan (Walhi) mengatakan, peran filantropi sangat penting bagi Indonesia dalam menekan dampak perubahan iklim. Walhi mengungkapkan, krisis iklim telah menenggelamkan desa-desa pesisir di Indonesia. Setiap tahun, 1 hektare tanah hilang di sepanjang kawasan pesisir Demak, Jawa Tengah, akibat meningkatnya permukaan air laut.
Desa pesisir tenggelam...(halaman berikutnya)