Senin 18 Jan 2021 14:26 WIB

Penindakan Keras pada Konten Ekstremis Dianggap tak Efektif

Sisi positif mendorong ekstremis dari arus utama adalah mengurangi radikalisasi

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pendukung Presiden AS Donald J. Trump di Capitol Rotunda setelah melanggar keamanan Capitol di Washington, DC, AS, 06 Januari 2021. Para pengunjuk rasa memasuki Capitol AS tempat sertifikasi pemungutan suara Electoral College untuk Presiden terpilih Joe Biden berlangsung.
Foto: EPA-EFE/JIM LO SCALZO
Pendukung Presiden AS Donald J. Trump di Capitol Rotunda setelah melanggar keamanan Capitol di Washington, DC, AS, 06 Januari 2021. Para pengunjuk rasa memasuki Capitol AS tempat sertifikasi pemungutan suara Electoral College untuk Presiden terpilih Joe Biden berlangsung.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Pusat Intelijen Regional Kalifornia Utara (NCRIC) Mike Sena mengatakan penindakan keras terhadap konten ekstremis tidak selalu menjadi berita baik bagi penegak hukum. NCRIC adalah sebuah pusat yang diisi staf pemerintah federal, negara bagian, dan personel keamanan lokal yang memantau ancaman dan memfasilitasi lalu lintas informasi.

"Ketika Anda menutup platform yang dapat diakses publik, Anda mendorong orang keluar dari sorotan. Sering kali satu-satunya cara bagi kami menemukan mereka karena mereka melakukan percakapan dan membuat pernyataan yang didapat dilihat secara terbuka," kata Sena, Senin (18/1).

Baca Juga

Sena mengatakan sisi positif mendorong ekstremis dari saluran arus utama adalah semakin sulit bagi mereka meradikalisasi orang lain. Asisten direktur lapangan FBI cabang Washington Steven D’Antuono mengatakan penegak hukum juga kesulitan untuk menentukan apakah orang mengatakan sesuatu yang 'tercela' yang dimaksudkan melukai orang atau 'hanya mempraktikkan keyboard bravado'.

Keyboard bravado yang dimaksud D’Antuono adalah aksi pamer keberanian di internet tapi tidak menunjukkannya di dunia nyata. AS melindungi kebebasan berbicara di bawah Amandemen Pertama Konstitusinya.

Selasa (12/1) lalu agen federal menangkap Eduard Florea di kediamannya di Queens, New York. Ia didakwa atas kepemilikan senjata api usai mengunggah ancaman kekerasan di Parler pada 5 dan 6 Januari sebelum Amazon memutus hosting media sosial itu.

Florea mengunggah ia memiliki 'sekelompok orang bersenjata dan siap untuk dikerahkan' ke Washington D.C. Dalam dokumen pengadilan disebutkan Florea juga mengancam nyawa Senator terpilih Raphael Warnock yang berkulit hitam. Di pengadilan, pengacaranya mengatakan unggahan tersebut hanya 'omong kosong di internet'.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement