REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang tahun lalu, program asuransi Barang Milik Negara (BMN) telah berhasil menutupi kerugian pemerintah sebesar Rp 1,14 miliar. Nominal ini berasal dari nilai klaim 18 BMN yang terdampak bencana.
Beberapa di antara BMN tersebut adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Cibitung dan Cibinong. Mereka diketahui terdampak bencana banjir yang terjadi pada awal 2020.
Direktur BMN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Encep Sudarwan mengatakan, sebagai instansi yang bertanggung jawab mengelola aset negara, DJKN terus berupaya mengembangkan langkah-langkah dalam menjaga aset negara. "Salah satunya adalah program asuransi BMN," ucapnya dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (22/1).
Setelah sederet kejadian bencana yang melanda Indonesia di pekan-pekan awal tahun ini, DJKN kembali menekankan urgensi penerapan asuransi BMN di seluruh kementerian/lembaga (K/L). Sepanjang 2021, DJKN menargetkan sebanyak 68 K/L dapat mengikutsertakan BMN yang dikuasainya dalam program asuransi BMN. Untuk itu, DJKN bersama K/L akan berupaya menggiatkan proses identifikasi risiko, pemetaan dan penetapan objek, sembari memastikan ketersediaan APBN tahun anggaran 2021.
Adapun pada tahun lalu, sebanyak 13 K/L telah terdaftar sebagai peserta asuransi BMN. Di antaranya, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan hingga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dengan total 2.112 objek yang diasuransikan, ke 13 K/L tersebut dijamin oleh nilai pertanggungan sebesar Rp 17,05 triliun.
Asuransi BMN diimplementasikan di tingkat K/L dengan metode umbrella contract yang ditandatangani oleh Kemenkeu dan disediakan oleh konsorsium asuransi. Asuransi ini menggunakan satu tarif premi untuk seluruh K/L dengan fokus pada bangunan atau gedung yang memiliki dampak pada pelayanan publik dan kinerja pemerintah, seperti gedung kantor.
Dengan asuransi BMN, Encep menuturkan, pembiayaan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi diharapkan dapat menjadi lebih mudah. Sebab, prosesnya tidak lagi perlu menunggu alokasi dari anggaran tahunan pemerintah.
"Kalau diasuransikan, ketika terjadi risiko, kita bisa klaim dan langsung gunakan tanpa menunggu proses anggaran biasa," ucapnya.