Selasa 26 Jan 2021 00:02 WIB

PPKM Diperpanjang, Pakar Lebih Setuju Lockdown Diterapkan

"Tidak ada gunanya itu (PPKM diperpanjang)," kata Agus Pambagio.

Rep: Mabruroh, Haura Hafizhah/ Red: Andri Saubani
Warga negara asing melintas di dekat mural bergambar perempuan menggunakan masker di Badung, Bali, Minggu (24/1/2021). Jumlah kasus positif COVID-19 di Bali meningkat saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Warga negara asing melintas di dekat mural bergambar perempuan menggunakan masker di Badung, Bali, Minggu (24/1/2021). Jumlah kasus positif COVID-19 di Bali meningkat saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan memperpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pakar Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai, bahwa PPKM tidak cukup efektif, satu-satunya cara untuk menghentikan peningkatan infeksi covid-19 hanyalah lockdown.

"Tidak ada gunanya itu (PPKM diperpanjang). Kalau lockdown saya setuju. Karena saya, dari awal saya menyarankan pemerintah lockdown tapi kan tidak dilakukan," kata Agus dalam sambungan telepon, Senin (25/1).

Baca Juga

Menurut Agus, dengan lockdown artinya orang dilarang berlalu-lalang, tidak boleh keluar sama sekali. Sehingga, makanan dan semua kebutuhan dijamin oleh negara. Tapi sayang, kata dia, negara tidak menyanggupi karena ongkosnya yang mahal.

"Makannya harus ditanggung negara, cuma kan enggak mau, katanya mahal, sekarang lebih mahal udah 11 bulan, (kasus) masih naik terus enggak berkurang," ungkapnya.

Padahal lanjut Agus, jika sejak awal pandemi pemerintah bisa melakukan lockdown, maka pendataan dan tracing akan lebih mudah. "Di-tracing, di cek setiap kelurahan RT- RW dengan waktu yang ditentukan sehingga ketahuan siapa yang sakit, siapa yang pernah berkontak. Sekarang mana bisa, orang-orang masih keluyuran," kata dia.

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengusulkan agar pemerintah menerapkan lockdown akhir pekan sebagaimana yang sudah diterapkan Turki. Penerapannya, masyarakat tidak boleh keluyuran mulai Jumat malam pukul 21.00 hingga Senin pukul 05.00.

"Itu kan orang selama dua hari tiga malam itu enggak ada penyebaran virus kan sebenarnya. Semua orang di rumah. Bisa enggak dicarikan alternatif seperti itu misalnya itu namanya lockdown akhir pekan," kata Saleh kepada Republika, Ahad (24/1).

Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah Penangangan Covid-19 Wiku Adisasmito mengapresiasi usulan terkait lockdown pada akhir pekan. Namun, hal tersebut belum bisa dipastikan akan menjadi kebijakan di tengah pandemi seperti ini.

"Saya apresiasi usulannya. Namun, kebijakan penanganan pandemi bisa ditetapkan setelah melalui banyak pertimbangan dari Kementerian/Lembaga terkait," katanya saat dihubungi Republika, Senin (25/1)

Epidemiolog dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Defriman Djafri meminta pemerintah harus mengevaluasi kebijakan PPKM yang diterapkan. Ini karena kasus Covid-19 di Tanah Air masih terus meningkat.

"Perlu kita evaluasi. Kalau jumlah kasus naik itu jelas dan kalau turun maka pastikan pembatasan yang akan dilakukan," katanya saat dihubungi di Jakarta, Ahad.

Ia mengatakan pada dasarnya pembatasan pergerakan masyarakat seharusnya berimbas pada penurunan jumlah kasus Covid-19. Namun, kebijakan PPKM Jawa dan Bali 11 hingga 25 Januari belum menunjukkan hasil yang diharapkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement