Jumat 29 Jan 2021 23:29 WIB

BPOM Kaji Jika Terjadi KIPI Setelah Vaksinasi Covid-19

BPOM bersama Kemenkes akan analisis kasualitas keluhan medis setelah vaksinasi

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan POM Penny K. Lukito memberikan keterangan penerbitan persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Vaksin COVID-19 di Kantor Badan POM, Jakarta, Senin (11/1/2021). Badan POM mengeluarkan penerbitan EUA untuk vaksin Coronavac yang diproduksi oleh Sinovac Biotech dengan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen berdasarkan dari hasil uji klinik di Bandung.
Foto: ANTARA/HO/Humas BPOM
Kepala Badan POM Penny K. Lukito memberikan keterangan penerbitan persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Vaksin COVID-19 di Kantor Badan POM, Jakarta, Senin (11/1/2021). Badan POM mengeluarkan penerbitan EUA untuk vaksin Coronavac yang diproduksi oleh Sinovac Biotech dengan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen berdasarkan dari hasil uji klinik di Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini Indonesia tengah melaksanakan program vaksinasi COVID-19. Penyuntikan tersebut dilakukan setelah vaksin Covid-19 dari Sinovac bekerja sama dengan PT. Bio Farma mendapatkan izin penggunaan dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Setelah menerbitkan EUA, BPOM bersama-sama dengan Kementerian Kesehatan dan Komite Nasional/Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas/Komda PP KIPI) melakukan analisis kasualitas jika terjadi keluhan medis yang dirasakan masyarakat setelah dilakukan vaksinasi. 

"Jika ada dugaan kuat bahwa kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) dipengaruhi oleh produk vaksin, maka Badan POM melakukan sampling dan pengujian, serta mengambil langkah-langkah investigasi yang diperlukan sesuai prosedur," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito saat konferensi virtual kunjungan ke Instalasi Farmasi Pemerintah (IFP) di Bandung, Jawa Barat, Jumat (29/1).

Selain itu, dia melanjutkan, BPOM terus melakukan pengawalan di setiap jalur distribusi, mulai keluar dari industri farmasi hingga digunakan dalam pelayanan vaksinasi kepada masyarakat. Ia menambahkan, Penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus dilakukan di sepanjang jalur distribusi, terlebih juga karena vaksin ini bersifat thermolabile, yang membutuhkan penjagaan rantai dingin yaitu suhu 2-8 derajat Celcius.

Penjagaan suhu penyimpanan dan pengiriman vaksin Covid-19 ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan mutu vaksin yang mengakibatkan vaksin menjadi tidak bermanfaat.

"Dalam pengelolaan vaksin, hal yang paling kritikal adalah bangunan dan fasilitas yang digunakan dalam operasional mengingat vaksin adalah produk rantai dingin yang harus dipertahankan mutunya pada suhu penyimpanan 2-8 derajat Celcius atau suhu yang dipersyaratkan," katanya.

Pihaknya mendorong IFP agar konsisten memperhatikan proses pendistribusian dan pengelolaan vaksin sesuai cara yang baik (good practices) maupun SOP, panduan, pedoman yang berlaku serta dapat segera melakukan tindakan koreksi jika terdapat ketidaksesuaian. Proses pendistribusian vaksin COVID-19 dilakukan oleh PT Bio Farma ke IFP Provinsi yang selanjutnya akan didistribusikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan melalui IFP Kabupaten/Kota.

Badan POM secara proaktif memperkuat proses pengawasan distribusi vaksin melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM kepada IFP di seluruh Indonesia guna memastikan mutu vaksin tetap terjaga baik hingga digunakan untuk masyarakat. Pengawasan dan pemantauan mutu vaksin tersebut dilakukan UPT Badan POM di sarana industri, distributor, instalasi farmasi provinsi, instalasi farmasi kabupaten, dan sarana pelayanan kesehatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement