Rabu 03 Feb 2021 21:54 WIB

Demokrat Diyakini Selamat dari Dualisme Kepengurusan

Sejumlah partai terlibat dualisme di era pemerintahan Presiden Jokowi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Executive Director of Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Foto: Dok. Pribadi
Executive Director of Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai Partai Demokrat beruntung masih bisa selamat dari upaya adu domba dan penggembosan kekuasaan oleh pihak eksternal. Menurutnya, jika tidak diatasi cepat, bukan tidak mungkin Demokrat bernasib sama seperti beberapa partai yang sempat mengalami dualisme kepemimpinan.

"Partai Demokrat selamat dan lolos dari operasi khusus mengambil paksa atau kudeta terhadap partai tersebut, yang tidak sesuai dengan selera kekuasaan," kata Pangi kepada Republika, Rabu (3/2).

Pangi menilai tidak heran Partai Demokrat disasar dalam gerakan tersebut. Menurutnya partai berlambang mercy tersebut selama ini dinilai cukup kritis terhadap kebijakan penguasa. "Paling tidak Partai Demokrat cukup mahir dan piawai mengendus dan mampu dengan cepat mengantisipasi upaya politik belah bambu menyasar partai tersebut, berhasil menggagalkannya, akibat operasi tersebut mengalami patahan di tengah jalan," ujarnya.

Diketahui sejumlah dualisme kepemimpinan partai terjadi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Antara lain, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hanura, hingga Partai Berkarya. Partai Golkar saat itu melahirkan dua kepengurusan Golkar via munas Ancol dan Bali.

PPP juga memunculkan kepengurusan munaslub Jakarta dan Surabaya. Sedangkan Partai Berkarya berujung pada lengsernya ketua umumnya Hutama Mandala Putra (Tommy Soeharto). Menurut Pangi, pola munculnya kisruh di internal partai masih sama. Yakni, memanfaatkan mantan kader yang kecewa dan dipecat untuk mengambil dan memanfaatkan momentum benturan faksi yang kian mengeras.

"Menyelenggarakan munaslub, Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan yang sah (SK) sesuai selera chemestry kekuasaan, cenderung partai oposisi menjadi target dan korban operasi khusus tersebut," tutur Pangi.

Pangi menilai jika upaya kudeta terhadap Partai Demokrat berhasil, ia meragukan masih ada partai yang mau mengambil jalan sebagai partai oposisi. Sebab jika masih ada partai yang tidak sesuai dengan kemauan penguasa, maka dikhawatirkan berujung tragis.

"Mungkin itu juga mengapa ketua umum partai lainnya cari selamat dan cari aman maka pilihannya bergabung ke gerbong koalisi pemerintah," ujar Pangi.

Dirinya memandang cara demikian bisa menjadi candu permainan bagi penguasa yang punya logistik. Menurutnya pengambilan paksa partai via munaslub melalui pengesahan kepengurusan SK Kemenkumham merupakan jalan pintas menjadi ketua umum partai. Ketimbang mendirikan partai baru yang membutuhkan usaha, biaya dan pengorbanan yang tak sedikit.

"Maka ada pikiran liar mengambil alih ketum partai dengan cara paksa melalui munaslub sangat menjanjikan ketimbang mendirikan partai baru dari fenomena dan bentangan emperisme selama ini," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement