REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, keputusan pemerintah untuk tidak melanjutkan bantuan subsidi upah (BSU) pada tahun ini dikhawatirkan dapat menghambat pemulihan ekonomi. Sebab, bantuan ini berpotensi besar menyokong konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang terbesar dalam struktur perekonomian Indonesia.
Pemberian bantuan kepada para pekerja menunjukkan, selain sektor usaha, para pekerja yang menopang sektor-sektor tersebut juga menjadi rentan secara kemampuan finansial. Pengurangan atau menghilangkan besaran komponen upah yang mereka terima berdampak pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
"Pemberian BSU sangat relevan dan diharapkan mampu menggerakkan konsumsi untuk membantu menggerakkan perekonomian," ujar Peneliti CIPS Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan resmi yang diterima Republika pada Kamis (4/2).
Bantuan ini diluncurkan pada 27 Agustus 2020 yang ditujukan kepada sebanyak 15,7 juta pekerja dengan jumlah sebesar Rp 600 ribu per bulan untuk jangka waktu empat bulan. Sasaran utamanya adalah para pekerja/buruh dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Syarat lainnya, mereka harus terdaftar dalam skema BPJS Ketenagakerjaan per Juni 2020.
Namun, BSU tidak lagi mendapatkan alokasi anggaran pada APBN 2021. Padahal, Pingkan menyebutkan, para penerima BSU termasuk kelompok yang terdampak signifikan oleh pandemi.
Pemberian BSU masih rasional mengingat banyaknya sektor usaha yang mengalami perlambatan pertumbuhan akibat pembatasan yang dilakukan pemerintah. "Ini dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi Indonesia yang saat ini masih terdampak oleh pandemi," kata dia.
Tapi, Pingkan menyebutkan, pekerja masih memiliki harapan. Sebab, dalam laman resmi Pusat Bantuan Kementerian Ketenagakerjaan terkait FAQ Bantuan Subsidi Upah/Gaji bagi Pekerja/Buruh, disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program bantuan subsidi upah secara terus-menerus.
Evaluasi efektifitas program sendiri sangat diperlukan agar upaya pemulihan ekonomi bagi masyarakat dapat berjalan seiringan kemampuan negara dari segi kebijakan fiskal. Oleh sebab itu, lanjut Pingkan, pemerintah sebaiknya dapat segera mengevaluasi kinerja BSU tahun lalu dan mendiseminasi hasilnya kepada publik.
Dengan demikian, masyarakat dapat menerima informasi terkait efektivitas bantuan sosial yang diberikan.
"Apakah BSU berhasil menggerakkan konsumsi masyarakat dan juga mendapatkan gambaran terkait langkah pemerintah selanjutnya terkait BSU pada 2021," kata Pingkan.