REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo menilai pembentukan holding ultra mikro sebagai langkah terobosan yang tepat dalam membangun ekosistem sektor usaha tersebut.
“Tujuan ini sangat baik sekali, tapi perlu diperhatikan agar betul-betul dirasakan masyarakat, maka penurunan biaya dana dan biaya operasional harus ditransmisikan dengan baik kepada masyarakat," ujar Andreas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (9/2).
Menurut legislator tersebut, dengan adanya penurunan itu tingkat suku bunga bisa turun dan sebagai alternatif pembiayaan sektor formal, dimana saat ini pelaku usaha ultra mikro masih bergantung pada rentenir. Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan sebanyak 29 juta usaha ultra mikro bisa mendapat fasilitas pembiayaan pada 2024 melalui pembentukan holding ultra mikro.
Rencana holdingisasi tersebut nantinya akan melibatkan tiga BUMN yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), PT Permodalan Nasional Madani (Persero), dan PT Pegadaian (Persero). Merger diharap mampu memberdayakan usaha mikro, mempercepat laju inklusi keuangan, pembiayaan berkelanjutan, hingga memberikan kemudahan akses layanan keuangan formal bagi industri ultra mikro.
Melalui pembentukan holding ultra mikro, BRI nantinya akan menjadi entitas utama dalam pelaksanaan tata kelola terintegrasi. Menurut paparan Kementerian Keuangan, telah dilakukan asesmen di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), sehingga tidak ada potensi risiko sistemik yang akan ada.
Tidak hanya itu, holding ultra mikro dinilai dapat meningkatkan valuasi entitas melalui peningkatan profitabilitas dari BRI, Pegadaian, dan PMN, dan meningkatkan efisiensi bisnis melalui sinergi entitas dan tata kelola yang lebih baik. Ke depannya, holding ultra mikro diyakini dapat mendorong penurunan Cost of Fund (CoF) yang bersumber dari dana murah segmen ultra mikro dan sumber pendanaan alternatif.