REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengalokasikan dana sebesar Rp 1 triliun pada tahun ini. Adapun alokasi tersebut untuk mengembangkan tiga rencana aksi korporasi anorganik antara lain pendirian teknologi finansial (tekfin) KPR, pendirian asuransi jiwa, dan pendirian manajer investasi.
Direktur BTN Setiyo Wibowo mengatakan selama ini perseroan cukup agresif menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan produk bundling asuransi jiwa. Perseroan berharapnya produk asuransi jiwa juga berasal dari grup BTN.
“Untuk aksi korporasi kami sudah mengajukan, dana yang akan kami sediakan itu sekitar Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun. Nantinya proses pendirian dapat melalui akuisisi atau pendirian instansi baru,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Senin (15/2).
Setiyo menjelaskan nantinya pendirian tekfin, perseroan akan melakukan joint venture. Diharapkan tekfin tersebut tetap akan masuk dalam ekosistem KPR, sehingga menopang kerja operasional BTN.
Terakhir, perseroan juga akan melanjutkan pendirian manajer investasi. Hanya perseroan tak banyak memaparkan rencana terkait aksi korporasi ini."Skema-skemanya masih dalam kajian, tentunya kami belum bisa paparkan lebih detail dalam kesempatan ini,” ucapnya.
Pada 2019, BTN mengakuisisi PT Permodalan Nasional Madani Investment Management yang merupakan anak usaha PT Permodalan Nasional Madani (Persero). Bank pelat merah ini membeli 33 ribu lembar saham atau 30 persen saham PNM pada PNMIM senilai Rp 114,3 miliar.
Di samping itu, perseroan mencatat pertumbuhan aset sebesar 15,8 persen menjadi Rp 361,2 triliun. Pada 2019, aset BTN sebesar Rp 311,77 triliun.
Plt. Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, mengatakan aset BTN tumbuh 15,85 persen (yoy) menjadi Rp 361,2 triliun pada 2020. Posisi tersebut naik dari Rp 311,77 triliun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya 2019.
“Peningkatan aset tersebut didukung beberapa indikator seperti dana pihak ketiga (DPK) yang terkumpul selama 2020 sebesar Rp 279,13 triliun. Angka ini naik 23,84 persen dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 225,4 triliun,” ucapnya.
Menurutnya peningkatan DPK didominasi kenaikan giro sebesar 38,24 persen menjadi Rp 72,04 triliun per kuartal empat 2020. Dari peningkatan DPK tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan ke level 93,19 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 113,50 persen."DPK menguat dengan cost of fund (CoF) yang membaik menjadi 4,79 persen pada 2020 dari sebelumnya 5,68 persen pada 2019,” ucapnya.