REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPC PDIP Kabupaten Kendal, Akhmat Suyuti, akan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (19/2). Dia rencananya dimintai keterangan terkait perkara suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang telah menersangkakan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara (JPB).
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MJS (Matheus Joko Santoso)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (19/2).
Selain Akhmat Suyuti, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap istri tersangka Matheus Joko Santoso, Elfrida Gusti Gultom. Lembaga antirasuah itu akan memeriksa Elfrida dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Adi Wahyono (AW).
KPK juga memanggil seorang pengacara, Hotma Sitompul untuk memberikan keterangan bagi tersangka Matheus Joko Santoso. Kendati, belum diketahui lebih lanjut informasi apa yang akan digali tim penyidik KPK dari ketiga saksi tersebut.
Baca juga : Ternyata Orang Terkaya Indonesia: Isa Rachmatarwata
Seperti diketahui, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus suap pengadaan bansos Covid-19 di Jabodetabek ini. KPK menersangkakan mantan Mensos Juliari Peter Batubara (JPB), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) serta Adi Wahyono (AW), Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT), dan Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja (AIM).
Juliari disebut-sebut menerima suap Rp 17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Suap tersebut diterima politikus partai berlogo kepala banteng moncong putih itu melalui dua tahap.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 8,2 miliar. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar.
JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebelumnya, Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak menghilangkan dokumen terkait bansos Covid-19. Hal itu dia sampaikan berkenaan dengan perkara dugaan suap bansos yang menjerat Juliari.
"Prinsipnya kalau itu namanya dokumen negara itu wajib ada di tempatnya, seperti di Kemensos ini yang namanya dokumen negara sebagai pertanggungjawaban per waktu harus ada," kata Karyoto di Jakarta, Selasa (16/2).
Dia mengingatkan akan ada ancaman pasal bagi siapa pun yang menghilangkan dokumen-dokumen tersebut. Sebabnya, dia menekankan kepada masyarakat agar tidak menghilangkan dokumen-dokumen tersebut.
"Kecuali kalau dia menghilangkan ada pasal sendiri nanti, jadi kita tidak khawatir itu," katanya.
Karyoto menegaskan, tim penyidik KPK terus fokus untuk mengusut dan mengembangkan kasus suap bansos tersebut. Dia mengatakan, tidak tertutup kemungkinan KPK bakal menjerat pihak lain yang terlibat sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup.
"Hampir hari-hari kami kerjanya hanya diskusi dan diskusi, dan hari tertentu secara rutin satu minggu dua kali kita akan ekspose ke pimpinan tentang hal hal yang akan dinaikkan. Jadi pada prinsipnya kami sangat serius, mudah-mudahan keseriusan ini akan membuahkan hasil yang cukup bagus," katanya.
In Picture: Juliari Batubara Resmi Kenakan Rompi Tahanan KPK