REPUBLIKA.CO.ID, Menyambut Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), Danone-AQUA bersama National Geographic Indonesia, Komunitas Malu Dong, Systemiq, dan Octopus, mendiskusikan aksi yang dibutuhkan untuk mempercepat transisi Indonesia ke model ekonomi sirkular serta menyelesaikan masalah sampah plastik, dengan menitikberatkan pada solusi untuk Bali.
Dilansir dari data terbaru National Plastic Action Partnership yang dirilis bulan April 2020, volume sampah plastik di tahun 2020 mencapai 6,8 juta ton dan tumbuh sebesar 5 persen tiap tahunnya.
Sebelumnya, Presiden Direktur Danone-AQUA, Corine Tap, mengatakan upaya yang dapat dilakukan Industri untuk mencapai target pemerintah Indonesia dalam mengurangi sampah plastik di laut sampai 70 persen di tahun 2025 adalah melalui pendekatan yang holistik, mulai dari inovasi kemasan, pengumpulan sampah plastik dan edukasi konsumen; yang seluruhnya menjadi pilar gerakan #BijakBerplastik yang diluncurkan oleh Danone-AQUA di tahun 2018.
Danone-AQUA menyadari fakta adanya sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih terlalu kompleks, dan menjadi perusahaan pertama yang menyatakan jika permasalahan ini hanya dapat diselesaikan melalui usaha keras dan kolaborasi multipihak. Head of Climate & Water Stewardship Danone, Ratih Anggraeni, mengatakan Danone-AQUA merupakan perusahaan pertama yang berkomitmen untuk mengimplementasikan konsep ekonomi sirkular sebagai satu solusi untuk memecahkan masalah sampah plastik di Indonesia.
"Hingga kini, kami telah menghadirkan berbagai inovasi dalam pengelolaan sampah, mulai dari kolaborasi dengan komunitas lokal hingga pembangunan fasilitas daur ulang. Kami juga berkomitmen untuk memanfaatkan material yang terkumpul, sebagai bahan baku kemasan atas produk air minum yang kami gunakan sehingga tidak berpotensi mencemari lingkungan, sebagaimana tercermin di visi kami – One Planet, One Health," kata Ratih dalam rilisnya, Sabtu (20/2).
Ratih menambahkan AQUA, sebagai perusahaan air minum terbesar dan berkualitas di Indonesia, telah mengimplementasikan solusi unik dan menyeluruh untuk menjawab isu plastik sampah. AQUA berkomitmen untuk menggunakan 100 persen kemasan sirkular di tahun 2025.
Untuk merealisasikan hal ini, kami terus melakukan riset untuk dapat menyediakan hidrasi sehat bagi masyarakat Indonesia dengan mengeliminasi dampak sampah plastik di masa kini dan masa depan. Sejak tahun 1983, AQUA telah mempelopori inovasi kemasan ramah lingkungan AQUA galon dan memastikan 70 persen bisnisnya sirkular, serta terus berinovasi melalui berbagai produk yang baru kami luncurkan di Bali.
"Di antaranya melalui diluncurkannya produk terbaru Danone-AQUA yang menggunakan kemasan 600 ml dan 100 persen terbuat dari 100 persen rPET (recycled PET) atau plastik PET daur ulang sebagai jawaban atas permasalahan sampah plastik di Bali sekaligus edukasi konsumen mengenai ekonomi sirkular,” tambahnya.
Sejak tahun 2018, Danone-AQUA telah mengidentifikasi Bali sebagai pulau percontohan berkelas dunia dan menjadi fokus dari implementasi inisiatif keberlanjutan perusahaan. Sebagai perusahaan pionir ekonomi sirkular, Danone-AQUA juga berkolaborasi dengan berbagai mitra untuk mengatasi tantangan plastik sampah di Bali. Namun demikian, jalan yang perlu ditempuh memang masih panjang untuk dapat mengubah pola konsumsi masyarakat dan kebiasaan membuang sampah di Bali.
“Berdasarkan riset kami, 829 ton sampah plastik diproduksi di Bali setiap hari. Dari seluruh sampah plastik hanya 57 ton (7%) berhasil didaur ulang sementara 89 ton (11%) terbuang ke saluran air dan mencapai laut,” kata Lincoln Rajali Sihotang, Program Manager Systemiq.
“Kami juga mencoba melakukan pemetaan sampah dan kondisi di berbagai lokasi, seperti misalnya melihat pola perilaku masyarakat di lokasi tertentu, kondisi jaringan sungai, pola timbunan sampah di lokasi, dan sebagainya. Diharapkan kedepannya data ini bisa digunakan untuk menentukan pendekatan yang tepat untuk pengolahan sampah yang lebih terarah," ujar dia.
Komang Bimo, selaku pendiri Komunitas Malu Dong menambahkan, Bali memang selalu dikenal sebagai pusat pariwisata yang mendunia. Namun, di balik pendekatan Bali yang global, kekuatan budayanya secara lokal masih akan selalu ada.
"Itulah uniknya Bali. Saya merasakan sendiri bagaimana pendekatan melalui komunitas selalu lebih efektif, dapat menjangkau secara personal, dan akan lebih nyaman karena semua bergerak secara komunal. Tak terkecuali solusi untuk permasalahan sampah. Sekecil apapun upaya anak-anak muda ini, jika dilakukan secara konsisten akan lebih terasa dampaknya ke masyarakat sekitar," kata Komang.